Painting in Studio

Akademisi, Dokter, dan Psikolog Ungkap Keberhasilan Terapi Seni

Terapi seni di Indonesia belum begitu populer. Sedangkan di beberapa negara maju seperti Amerika, Australia, Selandia Baru, dan Singapura, terapi seni telah banyak diterapkan. Di negara-negara itu didirikan organisasi profesional dan klinik psikoterapi yang melayani terapi seni.

Apakah terapi seni bisa memberikan hasil efektif?

Dalam proses penyusunan buku, Gai pun harus mengalami kejadian yang membuatnya sangat terpukul, yaitu ketika istri tercintanya berpulang. Kejadian itu menjadi salah satu kasus nyata yang langsung dialaminya sendiri.

Bagaimana sang penulis mengalami kesedihan yang luar biasa, dan bagaimana ia mengatasi kesedihan itu dengan proses terapi seni, menjadi salah satu pengalaman yang dituliskan dalam bukunya.

Drawing as Art Therapy (hal. 20)
Beberapa bab dalam buku Drawing as Art Therapy membahas terapi seni untuk keluarga, lansia, pasien skizofrenia, dan anak berkebutuhan khusus.

Buku Drawing as Art Therapy, Spiritualitas yang Membebaskan diluncurkan pada 7 Desember 2022, bertepatan dengan peringatan satu tahun kepergian istrinya, Sylvia Nancy Basuki.

Baca juga → Bahaya Polusi Air: Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Pendapat Pakar dan Praktisi Mengenai Terapi Seni

Psikolog dan dosen Fakultas Psikologi Maranatha, Dr. Irene Tarakanita, M.Si., Psikolog menyebutkan bahwa dalam konteks psikoterapi dikenal adanya pendekatan kognitif. Ia berkomentar, “Dalam buku Drawing as Art Therapy sekilas disimpulkan, seseorang yang dalam kondisi stres, konflik batin, ketidakstabilan emosi, depresi atau problem neurobiopsikologi dapat menjadi lebih sehat baik fisik maupun mental.”

Dr. Irene menyebutkan kesembuhan bagi klien yang telah menjalankan terapi seni menggambar dalam buku tersebut diuraikan sebagai suatu proses yang mengarah pada kemampuan spiritual individu.

Ahli bedah syaraf di RS Santo Borromeus, dr. Beny Atmadja Wiryomartani, Sp.BS. mengatakan, “Art therapy yang telah diterapkan dan ternyata bermanfaat pada orang-orang yang depresi, frustrasi, emosional, atau gangguan bicara, dan lain-lain, sudah dilakukan di negara lain.” Ia berharap para tenaga medis dan para guru gambar dapat mencoba menerapkan cara pengobatan ini di Indonesia.

Drawing as Art Therapy (hal. 65)
Gai Suhardja, penulis buku Drawing as Art Therapy membagikan pengalaman spiritual yang dialaminya dalam bentuk tulisan dan gambar.

Irena Vanessa Gunawan, M.Comm., Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha menyebutkan bahwa kombinasi psikologi dengan terapi seni merupakan sarana penyembuhan yang dipercaya bagi orang yang mungkin sulit berkomunikasi verbal dengan kata-kata. “Oleh karena itu, melalui gambar orang dapat berkomunikasi, menyampaikan pikiran dan rasa,” ungkap Irena dalam sambutannya.

Pengalaman mengenai terapi seni dirasakan langsung oleh Prof. Dr. dr. Meilinah Hidayat, M.Kes. Guru Besar Fakultas Kedokteran Maranatha ini merasakan adanya kebebasan ketika sedang melukis.

“Seni sebagai terapi memang saya rasakan. Dengan melukis saya merasa sedang menceritakan sesuatu, mengungkapkan segala hal dan apa pun, pikiran, perasaan, serta ide saya dengan bebas dan merdeka,” ungkapnya. Prof. Meilinah merasakan bahwa seni dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesehatan mental.

Baca juga → Gagasan Futuristik Wisata Sungai Cikapundung

Pendidikan Terapi Seni

Namun, seorang seniman tidak serta-merta dapat menjadi terapis seni. Gai menekankan bahwa untuk dapat menjadi seorang terapis seni, diperlukan pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan khusus.

Gai dalam bukunya juga menyebutkan, “Ilmu terapi seni sudah menjadi pembelajaran bermanfaat yang efektif menyembuhkan orang trauma, mengalami pelecehan, sedih, cemas.” Ia berpendapat bahwa ilmu mengenai terapi seni layak menjadi pilihan belajar bagi kaum muda.


(@m.news)

ilustrasi foto atas: Studio Lukis FSRD Maranatha

aktual edukasi pendidikan
5 bintang | 2 pendukung