Sungai Cikapundung mengalir di tengah-tengah Kota Bandung. Warga Bandung yang kerap melintas sekitaran Balai Kota atau Stasiun Kereta Api Bandung, pasti pernah melewati Jembatan Viaduk, tepat di atas Sungai Cikapundung. Bagaimana penampakan Sungai Cikapundung dari situ? Coklat, kotor, dan menyeramkan?
Atau, jangan-jangan kita tidak lagi memperhatikannya karena saking tidak menariknya?
Saat ini Sungai Cikapundung memang masih jauh dari kesan bersih dan menyenangkan. Padahal, dulu Sungai Cikapundung mengalirkan air yang jernih. Ada masanya Sungai Cikapundung menjadi tempat rekreasi favorit noni-noni dan tuan-tuan Belanda. Mereka menggelar tikar dan berpiknik bersama keluarga, menikmati suasana Sungai Cikapundung.
Kondisi Sungai Cikapundung beberapa tahun terakhir ini sudah lebih baik dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya. Itu adalah dampak dari bermacam upaya restorasi Sungai Cikapundung yang telah berlangsung cukup lama. Salah satu yang terlihat jelas hasilnya adalah program revitalisasi di kawasan Babakan Siliwangi, dengan dibangunnya Teras Cikapundung.
Teras Cikapundung diresmikan pada awal tahun 2016 oleh Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Saat itu Kang Emil memimpikan wisata sungai seperti di Venesia. Wah, tampaknya masih jauh harapan dari kenyataan!
Keberhasilan Penataan DAS
Sungai Cikapundung mengalir sepanjang 28 kilometer dari hulu di daerah Lembang, membelah Kota Bandung menuju ke arah selatan. Anak Sungai Citarum terpanjang di Kota Bandung ini bermuara di daerah Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Teras Cikapundung yang berlokasi di Jalan Siliwangi, menempati daerah aliran sungai (DAS) Cikapundung sepanjang sekitar 200 meter.
Kita bisa menyaksikan langsung, bahwa Teras Cikapundung yang hanya 200 meter itu telah berhasil mengubah kawasan yang sebelumnya kumuh menjadi salah satu tujuan wisata yang menyegarkan di tengah Kota Bandung yang hiruk-pikuk.
Memang betul, upaya restorasi kawasan ini belum berdampak masif memulihkan sungainya. Namun di sisi lain, keberhasilan penataan kawasan sepanjang Teras Cikapundung menjadi contoh nyata bahwa DAS Cikapundung memiliki potensi pariwisata yang tinggi.
Bayangkan bila DAS Cikapundung sepanjang 28 kilometer itu semuanya terkelola dengan baik! Mimpi Kang Emil pastilah menjadi nyata. Bayangkan kita berekreasi di tepian Sungai Cikapundung yang jernih, berkeliling naik perahu, menikmati lunch atau mungkin romantic dinner tepat di bibir sungai. Mungkinkah?
Baca juga → Dukung Citarum Harum, 21 Penulis Esai Terbitkan Buku
Wisata Cikapundung Masa Depan
Gagasan Sungai Cikapundung menjadi tempat wisata yang menyenangkan telah dimulai di Teras Cikapundung. Walaupun masih terhitung “sejengkal” dibandingkan dengan keseluruhan panjang aliran Sungai Cikapundung, tetapi dari situ kita dapat melihat betapa besar potensi pariwisata yang dapat ditimbulkan dari Sungai Cikapundung.
Gai Suhardja dalam buku The Future of Ideas: Wisata DAS Cikapundung menggambarkan kawasan DAS Cikapundung sebagai tempat wisata sungai masa depan. Ia mendeskripsikan konsep penataan kawasan wisata tersebut secara spesifik.
Paving digunakan untuk jalan setapak, jogging track, area bersepeda pada garis yang menurun untuk meluncur, dan aktivitas lainnya.
Disediakan pula beragam aktivitas rekreasi di taman umum, jalan, dan berbagai jenis olahraga air di sungai seperti perahu, rafting, bahkan kegiatan tradisional kukuyaan inisiatif milik komunitas asli warga bantaran Sungai Cikapundung yang disebut local-indigenious.
Fasilitas rekreasi air dan kegiatan bersampan, serta penempatan khusus pipa aliran air bersih/air minum umum di area sisi sungai perlu dibangun oleh pemerintah kota demi terwujudnya keperluan air bersih secara fungsional maupun secara estetis bagi warga masyarakat bantaran.
Gai juga mengemukakan konsep wisata rakyat sebagai perluasan program pariwisata di kawasan Jalan Cihampelas, yang sebelumnya telah sangat dikenal wisatawan sebagai tempat wisata belanja.
Wilayah RW 05 sekitar Masjid Mungsolkanas – Jardin Apartemen dan Ciwalk dirancang sebagai wilayah wisata rakyat. Maksudnya untuk memberi daya tarik fasilitas wisata rakyat yang dikelola masyarakat setempat, dengan kesepakatan dan kerelaan bersama untuk membuka ruang bantaran sungai dan ditanami kehijauan pepohonan.
Keluarga pindah ke lokasi yang segera dibangun vertikal sebagai rumah tinggal hunian, juga rumah penginapan yang dikelola masyarakat, tetapi dengan standar hotel binaan pengusaha hotel agar wisatawan yang tertarik dapat menginap di sana dengan keunikan lingkungannya.
. . .
Kelak ada kesenian kebudayaan tradisional, pertunjukan maupun pameran seni rupa serta karya kerajinan yang dapat menjadi suvenir atau oleh-oleh pendatang. Kawasan ini menjadi hiburan dan sekaligus penghasilan bidang usaha wisata bagi masyarakat setempat. Manajemen tata kelolanya ditangani oleh koperasi di tingkat RT dan RW setempat.
Proses pemberdayaan masyarakat menjadi program bagi wilayah di sepanjang Sungai Cikapundung. Para pemuda kreatif dapat mengembangkan kemampuan berkesenian dengan bakat dan minatnya yang mungkin menjadi daya tarik wisatawan mancanegara.
Selanjutnya, Gai juga menyebut beberapa program lainnya untuk menggerakkan dan mendukung pariwisata DAS Cikapundung, seperti parade perahu Cikapundung, parade internasional, pembangunan rumah susun di area kawasan DAS Cikapundung, dan pembangunan sarana transportasi cable-car.
Ide futuristik lainnya yang digagas oleh Gai Suhardja adalah menjadikan kawasan Baleendah dan Desa Manggahang di wilayah Bandung Selatan yang langganan banjir tiap musim hujan, menjadi tempat wisata air. Konsepnya adalah mengubah bencana banjir dengan cara menata sedemikian rupa sehingga area banjir dapat dikelola untuk menghasilkan nilai tambah. Penataan yang dilakukan tidak hanya dalam lingkup fisik saja, tetapi juga mendorong transformasi budaya.
Cikapundung vs San Antonio
San Antonio River Walk di Texas, Amerika Serikat adalah lokasi pariwisata yang tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan dunia. Sungai San Antonio telah menjadi sungai yang memberikan pendapatan tinggi bagi negara dan masyarakat sekitarnya, dari kegiatan pariwisata.
Dikutip dari buku The Future of Ideas: Wisata DAS Cikapundung, “San Antonio di wilayah Texas, Amerika Serikat begitu terkenal karena memiliki sungai berkualitas air bersih yang memenuhi kebutuhan warga masyarakatnya untuk ketersediaan air minum yang melimpah melalui proses tata kelola syarat untuk menjadi air minum. Selain itu, karena melimpahnya debit air di segala musim, maka keperluan air untuk irigasi perkebunan dan lain sebagainya juga terpenuhi.”
Membandingkan Sungai Cikapundung dengan Sungai San Antonio atau sungai-sungai di Venesia mungkin bukan perbandingan yang pas, alias terlalu jauh. Namun demikian, bukan tidak mungkin Sungai Cikapundung dan sungai-sungai lainnya di Indonesia dapat menjadi tujuan pariwisata sekelas San Antonio ataupun Venesia.
Kerja berat tentunya!
Gai dalam bukunya menuliskan, “Sesudah itu, negara kita dikenal sebagai Indonesia sungai budaya, karena seluruh kota besar di Indonesia memiliki sungai-sungai yang menumbuhkan kebudayaan multikultur. Semua wisatawan juga hadir untuk menikmati kehidupan budaya sungai yang khas Indonesia, suatu transformasi budaya.”
Semoga gagasan-gagasan futuristik yang digambarkan oleh Gai Suhardja dalam buku The Future of Ideas: Wisata DAS Cikapundung dapat terwujud suatu saat nanti.
(@iwan.s)
ilustrasi foto atas: View of Venice dan The San Antonio River Walk