Tahun 2023 adalah tahun resesi. Demikian dikatakan oleh banyak ahli ekonomi. IMF (International Monetary Fund) mengatakan sepertiga dunia akan mengalami resesi ekonomi pada 2023. Prediksi resesi global ini membuat banyak orang ketar-ketir.
Resesi global tentu akan berimbas pada kondisi perekonomian Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa memasuki tahun 2023, Indonesia harus waspada menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Walaupun demikian, mengutip Bisnis.com (8/1/2023) Sri Mulyani pede dan optimis Indonesia akan aman, tidak masuk dalam sepertiga negara yang diramalkan mengalami resesi.
Sebelum membahas jurus menghadapi ancaman resesi, kita perlu memahami apa itu resesi. Chandra Kuswoyo, S.E., M.T. dosen Fakultas Bisnis Universitas Kristen Maranatha menjelaskan dari sudut pandang ilmu ekonomi, resesi adalah kondisi ekonomi suatu negara jika mengalami pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Baca juga → Jangan Takut Memulai Bisnis, Ketahui 6 Faktor Kuncinya
Dampak dan Faktor Penyebab Resesi
Resesi ekonomi berdampak buruk pada suatu negara. Resesi ekonomi dapat menyebabkan inflasi tinggi, meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, buruknya neraca pembayaran negara, dan menurunnya nilai pendapatan nasional.
Dikutip dari Majalah Inspirasi Maranatha Vol. 5 No. 6, banyak indikator makroekonomi yang menentukan “kesehatan” ekonomi suatu negara, di antaranya ada empat indikator penting, yaitu pendapatan nasional; inflasi; pengangguran; dan neraca pembayaran.
Sebuah negara tidak akan mengalami resesi ekonomi bila semua indikator tersebut dapat dikendalikan oleh pemerintah. Bila pun terjadi resesi karena ada suatu kejadian yang tidak biasa, maka resesi tidak akan berkepanjangan. Demikian dipaparkan Chandra pada tulisan berjudul “Apa Itu Resesi, Perlu Ditakuti atau Disyukuri?”
Seraya berharap Indonesia tidak masuk jurang resesi ekonomi pada 2023, Chandra mengilas balik resesi ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu pada tahun 1963, 1997-1998, dan 2020-2021.
Resesi Ekonomi Indonesia
Resesi ekonomi Indonesia tahun 1963 disebabkan oleh hiperinflasi. Saat itu Indonesia mengalami ketidakstabilan ekonomi dan politik yang memicu inflasi hingga 119 persen, dan PDB (Produk Domestik Bruto) terkontraksi 2,24 persen.
Resesi 1997-1998 dipicu krisis keuangan di Asia. Bermula dari Thailand yang saat itu meninggalkan kebijakan nilai tukar tetap (fixed exchange rate) terhadap dolar Amerika, berakibat banyak perusahaan menjadi gagal bayar karena melemahnya nilai baht.
Baca juga → Tips Bisnis Go Digital, Siap Bangkit Selepas Pandemi
Krisis menjalar ke Indonesia, membuat nilai tukar rupiah saat itu anjlok dari 2.500 rupiah menjadi 16.900 rupiah per dolar Amerika. Dampaknya, angka kemiskinan pun melambung menjadi 11,3 persen dari total penduduk Indonesia.
Krisis berikutnya terjadi karena hantaman pandemi Covid-19 sejak Maret 2020. Resesi mengakibatkan PDB nasional menjadi minus berturut-turut, dimulai pada kuartal II 2020 (minus 5,32 persen), berlanjut kuartal III 2020 (minus 3,49 persen), kemudian kuartal IV 2020 (minus 2,19 persen).
Indonesia baru berhasil keluar dari jurang resesi pada kuartal II 2022, mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen, dan berlanjut positif. Presiden Jokowi pada akhir Januari 2023 mengatakan bahwa posisi ekonomi Indonesia dalam keadaan baik, bertumbuh di atas 5 persen sepanjang tahun 2022.
Jurus dan Peluang Menghadapi Resesi
Resesi dapat dicegah. Chandra menjelaskan, untuk mencegah terjadinya resesi diperlukan partisipasi masyarakat dari sisi konsumsi, dan kalangan industri pada sektor investasi, serta belanja pemerintah setiap daerah dan aktivitas ekspor yang diharapkan lebih besar dibanding impor.
Normalnya insting masyarakat pada umumnya, kondisi menghadapi resesi biasanya disikapi dengan kecemasan dan menahan diri tidak berbelanja. Namun, Chandra menjelaskan bahwa masyarakat tidak perlu terlalu khawatir, dan tetap fokus pada pekerjaan maupun bisnisnya.
Baca juga → Tak Hanya Faktor Rezeki, Ini 7 Tips UMKM Bisa Bersaing
Bahkan, masyarakat yang berada alias punya uang, dianjurkan tetap berbelanja. Sedangkan yang pas-pasan bisa berhemat dan tetap produktif mencari tambahan penghasilan. Hal ini akan berpengaruh pada pendapatan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Jurus lainnya untuk menyiasati resesi, masyarakat perlu melihat peluang di balik terjadinya krisis, dengan menghasilkan inovasi baru atau bisnis baru. Kemandirian ekonomi yang kreatif dan inovatif di kalangan masyarakat dan industri sangat berperan untuk dapat lepas dari jerat resesi ekonomi.
Mengamini optimisme pemerintah bahwa pada tahun 2023 Indonesia masih aman dari resesi dunia, terdapat peluang bagi Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar dunia pada 2030 setelah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India.
(mia)
foto atas: Presiden Joko Widodo bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, dan Seskab Pramono Anung pada Rakornas Transisi PCPEN Tahun 2023, Kamis (26/01/2023).(Foto: Humas Setkab/Oji)
Cegah resesi dengan banyak kreasi inovasi. Kunjungi https://unair.ac.id/