Hari itu saya sedang berkendara menuju kampus Maranatha, sambil mendengarkan radio. Seketika terdengar siaran tentang Sungai Citarum, dan penyiar radio mengajak para pendengar untuk turut berkomentar via WhatsApp. Saya pun mencoba ikut menulis komentar di situ.
Rupanya komentar saya itu menjadi perhatian narasumber dalam siaran radio Elshinta tersebut, hingga saya ditelepon dan diundang datang ke Makodam Siliwangi. Segera saja saya keluar lagi dari basement tempat parkir UK Maranatha. Masih sembari kaget, tetapi tentu saja saya harus sigap, sebab akan bertemu muka dengan Pangdam III Siliwangi, waktu itu adalah Mayjen Doni Monardo.
Jenderal Rendah Hati
Suatu kehormatan bagi saya bertemu beliau yang memiliki sikap demikian rendah hati. Menjabat tangan erat dan hangat, tegas berbicara menyapa saya untuk bergabung dalam program membersihkan Sungai Citarum. Saya amat terkesan dengan spontanitas beliau. Saat itu juga secara langsung beliau berkata bahwa suatu saat nanti saya akan diundang resmi untuk ratas (rapat terbatas) dengan Presiden RI Joko Widodo, mengenai program Sungai Citarum.
Baca juga → Seperti Apa Wajah Citarum di Mata 21 Pencinta Sungai?
Sungguh saya tidak menduga mendapat kesempatan luar biasa. Sudah sejak lama saya berkecimpung dalam aktivitas Sungai Cikapundung, dengan mendirikan Gerakan Masyarakat Cinta Cikapundung (Gemricik) pada tahun 2010. Gemricik pada waktu itu menjadi wadah forum akademisi yang berhimpun dari berbagai universitas di Bandung untuk mendukung program Cikapundung Bersih gagasan Wali Kota Bandung.
Dalam persiapan untuk mengikuti ratas, saya sering berbincang nonformal di rumah dinas kediaman Pak Doni di Jalan Wastukencana. Di sana saya bertemu dengan alumnus Fakultas Kedokteran Maranatha, dr. Jossep William, yang menguasai betul informasi kualitas air Sungai Citarum. Beliau adalah staf yang ditugaskan untuk membantu giat Citarum Harum. Saat ini dr. William bertugas sebagai staf ahli di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Situasi Mendesak Sungai Citarum
Sebelum ratas diselenggarakan, sosialisasi internal diadakan di Makodam. Beberapa aspirasi dan inspirasi dari komponen Pentahelix diusung dalam pertemuan itu. Saya memaparkan konsep Citarum World Expo, dan Pak Doni menanggapinya dengan antusias.
Namun, saat itu yang menjadi prioritas adalah gerakan pembersihan Sungai Citarum dari limbah sampah, yang sudah amat mendesak untuk dilakukan. Persiapannya pun tergesa-gesa. Saat itu Sungai Citarum masuk sebagai lima sungai tercemar sedunia. Berita ini pun menjadi viral oleh pegiat dari Prancis yang memperlihatkan kondisi Sungai Citarum dipenuhi sampah dan limbah kotor.
Di tengah situasi Sungai Citarum yang mendesak, Pak Doni segera memintakan bantuan kepada akademisi ahli hukum di Unisba (Universitas Islam Bandung), yaitu Ibu Dr. Dini bersama tim. Mereka berhasil menyusun Perpres No. 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum, yang menjadi acuan bagi semua unsur pegiat pentahelix.
Kami sempat seperti kehilangan induk ketika Jenderal Doni yang senantiasa membangun semangat para pegiat Sungai Citarum itu dipindahtugaskan. Ketika Covid-19 menjadi pandemi di negara kita, Jenderal Doni ditugaskan sebagai Kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Oleh karena itu kami menjadi berjauhan.
Namun, ketika situasi pandemi mulai menurun, Letjen Doni Monardo di sela-sela kesibukannya tetap berkomunikasi dengan para pegiat Citarum. Pak Doni sangat concern pada masalah Sungai Citarum yang tak henti dilaksanakan oleh para anggota TNI serta gerakan dari komponen pentahelix.
Persahabatan tidak selalu harus bersama-sama. Jenderal Doni tak lagi sebagai Pangdam Siliwangi, tapi kedekatan beliau dengan kami masih berlanjut.
Ketika saya menulis buku The Future of Ideas: Wisata DAS Cikapundung, juga buku Bercermin di Wajah Sungaiku bersama teman-teman komunitas penulis Maranatha, apresiasi dan dukungan Pak Doni sangat besar. Beliau dengan sigap dan cepat tanggap memberikan sambutan bagi karya tulis tersebut. Sebuah kehormatan bagi saya dan seluruh rekan penulis, menjadi kenangan dan kebanggaan tersendiri.
Menurut Anda, kapan Citarum Harum akan terwujud?
Pahlawan Citarum Harum
Jenderal Doni sangat intens menggerakkan Pentahelix Citarum Harum. Seluruh anggota TNI dan para Dansektor Citarum Harum berpangkat Kolonel dikenal amat solid, gesit, dan prigel. Mereka berkarya, bekerja dan berkolaborasi dengan masyarakat desa di bantaran DAS Citarum untuk masalah sampah serta penanganan limbah pabrik yang selama ini mengalir ke Sungai Citarum.
Keberhasilan kepemimpinan Pak Doni tak diragukan.
Pak Doni amat disiplin, tak segan menutup industri yang telah terbukti membuang limbah beracun dari pabrik ke aliran Sungai Citarum. Teriakan menggelegar menjadi karisma wibawanya bagi anggota maupun para pegiat. Namun, kelembutan hati dan cintanya akan lingkungan hidup amat mendalam.
Kedekatan dengan anggota anak buah beliau luar biasa. Perhatian kepada kaum lemah sedemikian mendalam. Saya pernah melihat beliau menahan haru, karena solidaritasnya kepada sesama manusia. Beliau selalu menaruh perhatian dan peduli kepada warga masyarakat kecil, apalagi kepada anggota yang mengabdi.
Baca juga → Relokasi Industri untuk Pemulihan DAS Citarum
Kami masih ingat instruksi dahsyat yang terngiang dalam pendengaran setiap insan di antara semua unsur pentahelix program Citarum Harum, “Jagalah alam, maka alam akan jaga kita.”
Kini beliau sudah tiada. Pak Doni tidak di tengah-tengah kami lagi. Namun, jiwa dan semangat Doni Monardo tetap hidup dalam diri kami, untuk meneladan pengabdiannya pada bangsa dan negara ini.
Kami seluruh unsur pentahelix (akademisi, komunitas, industri, pemerintah, dan media) menghaturkan selamat jalan kepada Bapak Letjen Purnawirawan Dr. (H.C.) Doni Monardo, pahlawan sejati pengharum Citarum. Terima kasih Pak Doni yang baik, semoga amal ibadah yang dijalankan selama hidup menjadi bekal terbaik untuk berada di sisi Allah Swt.
(Ditulis oleh: Gai Suhardja)
foto atas: “Situ Cisanti Titik Nol Citarum” (Iwan Santosa, 2017)
editor: MA