Pandemi Covid-19 di Indonesia mulai dipublikasikan di berbagai media sejak Maret 2020, dan topik Corona menjadi fokus masyarakat saat itu. Kita selalu ingin agar wawasan dan kuriositas kita terkait wabah ini tidak tertinggal dengan mencari update berita.
Kita menunggu Kementerian Kesehatan atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) setiap sore di berbagai stasiun televisi mengumumkan data statistik jumlah penderita pasien yang terpapar virus. Kita jadi mengetahui di daerah mana jumlah yang tertinggi dengan berbagai status zona. Kita juga ikut merasa was-was setelah mengetahui berapa yang telah meninggal dunia akibat virus ini dan mencari tahu beberapa side news terkait dengan jumlah korban yang terus bertambah. Kita merasakan bahwa informasi mengenai pandemi ini menjadi sesuatu kebutuhan yang harus kita ketahui terus-menerus.
Baca juga → 7 Penyebab Kena Covid Walau di Rumah Aja
Hal ini berdampak pula dengan dunia pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengumumkan untuk memulai pembelajaran jarak jauh dengan gerakan “Belajar dari Rumah” di bulan April 2020. TVRI ditunjuk sebagai stasiun pendidikan yang menyiarkan materi pendidikan bagi masyarakat yang belum mendapatkan support infrastuktur internet dalam menunjang proses pembelajaran digital dan online.
Namun, bagaimana dengan evaluasi data rating dan share konten program berita dan edukasi selama 2020 dalam peta pertelevisian Indonesia?
Data survei yang dihimpun Nielsen pada tahun 2020 menunjukkan fakta yang unik.
Berdasarkan Kompilasi Data Survei Tahun 2020 yang dirilis oleh Nielsen, persentase share genre atau kategori program televisi di Indonesia justru didominasi oleh series (sinetron, drama serial) dengan pencapaian 22.12% di urutan pertama, kemudian disusul movie (film) di urutan kedua dengan pengumpulan share hingga 15.36% dan di urutan ketiga yaitu entertainment (light talk show, talent show, music concert, game show) dengan share kepemirsaan 12.50%. Sedangkan genre yang bertemakan children (kartun, film anak) memperoleh kepemirsaan 6.30%, education di kisaran 5.81%, information mendapatkan share sekitar 5.23%, dan news mengumpulkan share kepemirsaan hingga 4.72%.
Melalui data dari kategori genre tersebut, kita dapat memberikan kesimpulan singkat bahwa program dengan genre serial drama atau sinetron (series) mendapat porsi besar untuk dikonsumsi oleh masyarakat indonesia daripada program berita (news) dan edukasi (education).
Data Nielsen ini memberikan isyarat bahwa sekalipun pandemi ini sangat “genting dan urgent”, bukan berarti menjadi perhatian yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia. Kenyataannya segmentasi entertainment masih mendominasi news.
Apakah ada yang salah dengan berita?
Liquid News
Ternyata ada sebuah pergeseran dalam memahami berita. Berita sekarang mengalami perubahan karakter. Kita pasti juga mengalami di era saat ini, informasi berita sangat mudah kita dapatkan dari berbagai channels dan devices. Situs berita resmi bahkan mulai memberdayakan citizen journalism (jurnalisme warga) karena dianggap berpotensi dalam menangkap suatu peristiwa menjadi potensi berita.
Gadget yang kita gunakan juga mulai dijejali dengan news aggregator dari berbagai sumber berita seperti Google News, Line Today, Kurio dan sebagainya. Hal ini sangat mungkin terjadi karena perkembangan teknologi yang semakin canggih dan semakin transparan. Perkembangan infrastruktur dengan ketersediaan koneksi internet yang semakin cepat dan murah diakses oleh siapa pun mempercepat perubahan karakter berita. Informasi yang tidak terpusat ini membentuk perilaku masyarakat untuk menyerap berita sebanyak-banyaknya.
Karakter berita telah berubah akibat perkembangan teknologi media dari konvensional ke digital.
“But today, dramatic changes have seeped across the profession, particularly via the rise of digital media, leading to the absorption of what once were fringe practices into mainstream news practices. In sum, we have seen the widespread appearance of liquid news, an erratic, continuous, participatory, multi-modal and interconnected process that is producing content according to journalistic principles.”
Melissa Wall
Kutipan dari Pop Up Newsroom: Liquid Journalism for the Next Generation tersebut menunjukkan bahwa di abad ke-21 dengan memasuki era media digital, berita mengalami perubahan. Berita yang dulunya kaku dan dimonopoli kalangan pers, kini berubah karakter menjadi cair (liquid news).
Profesi jurnalis tidak hanya dikendalikan pihak televisi, stasiun radio, dan surat kabar tertentu yang memonopoli informasi, melainkan juga dari pihak “pinggiran” yang mungkin bukan ahlinya. Karakter berita menjadi sangat cair, tidak lagi menunggu pada jam-jam berita tertentu atau bahkan terbitan harian koran tertentu di pagi hari. Karakter berita menjadi berkelanjutan, partisipatif, multibentuk, dan saling terkoneksi dengan media lain yang bisa menghasilkan konten berita seperti prinsip-prinsip jurnalistik.
Tantangan Jurnalisme
Beberapa berita yang kini bermunculan di media massa, termasuk dalam laman berita online justru didapatkan dari rumor sosial yang dianggap viral. Sudut pandang potensi berita mulai beralih karena banyaknya netizen yang memberi komentar atas kejadian tertentu di media sosial. Era digital ini menjadi tantangan tersendiri bagi jurnalisme, bagaimana menentukan kebebasan pers dan kode etik jurnalisme yang semestinya dijalankan.
Natalie Fenton dalam News in The Digital Age menjelaskan bahwa berita dan proses jurnalisme mengalami transformasi. Transformasi ini terjadi karena teknologi informasi dan koneksi internet yang terus melesat. Hal ini berdampak pada kecepatan akses informasi dan interaksi. Interaksi antarmanusia di dalam ruang global semakin dekat; dan partisipasi dari setiap pengguna internet kian memadat.
Menilik kembali hasil survei Nielsen di atas, demikianlah adanya preferensi masyarakat kita. Tidak salah juga bila kemudian industri media menangkap peluang menyuguhkan produk hiburan sebagai komoditas utama, menyasar para pemirsa sebagai market-nya. Pada akhirnya, perolehan rating atau share tetap menjadi raja dalam industri ini. Ketika sebuah produk media ditayangkan, baik itu berupa hiburan ataupun berita, jumlah pemirsa yang semakin banyak akan mendorong porsi iklan dan promosi dari berbagai produk dalam jumlah yang banyak dengan durasi yang panjang.
(@ab.wibowo)
Terlalu banyak mantengin berita malah membuat tambah cemas.
Tapi lebih baik mantengin berita daripada medsos yang banyak hoaksnya.
Maksud hati cari hiburan sore-sore, nyalain tivi lalu nonton sinetron.
Eh, isinya malah orang marah-marah, bentak-bentakan, ngomong sendiri, dendam sambil iri dengki. 🙈🙉🙉🙈
Tidak dipungkiri, sampai kapanpun menjaga kesehatan memang satu hal yang sangat penting.