Sanur Prayer (© Iwan Santosa)

Prinsip Dasar Kreasi Konten Video ala Produser Film

Sekarang ini mudah sekali merekam atau membuat video. Namun, banyak juga yang bilang membuat video itu gampang-gampang susah. Kalau hanya untuk eksis-eksisan di TikTok, tentunya gampang. Kalau videonya sekelas film-film Netflix, jelas jauh lebih susah.

Apa pun video yang ingin Anda buat, jangan asal-asalan membuatnya. Bagi yang baru ingin mulai membuat video, tak perlu ragu atau bimbang, karena ada langkah-langkah yang bisa diikuti secara bertahap dan sistematis.

Langsung ke → Daftar Isi

Artikel ini akan membahas prinsip-prinsip kreasi konten video ala produser film. Maksudnya, bagaimana kita bisa membuat konten video mengadaptasi mindset dan proses yang biasa dilakukan oleh produser atau filmmaker profesional. Panduan yang dibahas akan memberikan landasan bagi content creator pemula atau siapa saja yang ingin belajar membuat konten video.

Tujuannya, untuk memantapkan langkah agar Anda lebih pede dan dapat membuat karya-karya video dengan kualitas yang lebih baik, walaupun hanya menggunakan smartphone. Siapa tahu, barangkali Anda ingin menjadi produser film betulan. Bisa banget!

Unsane (2018) Steven Soderbergh
Kamera smartphone juga bisa digunakan untuk membuat film box office. Steven Soderbergh membuat film Unsane (2018) sepenuhnya hanya menggunakan smartphone. Drama thriller ini menghasilkan pendapatan gross lebih dari 14 juta dolar Amerika. (foto: Fingerprint Releasing/Bleecker Street)

Daftar Isi


Mengenal Film & Video

Sebelum membahas mengenai produksi video, ada baiknya kita kenalan terlebih dahulu dengan film dan video, sebagai pengetahuan dan wawasan umum. Namun, bila Anda sudah tau dan paham apa bedanya film dan video, silakan langsung lompat ke bagian berikutnya.

Langsung lompat ke → Motivasi Membuat Video

Mungkin tidak perlu dijelaskan lagi video itu apa. Boleh dibilang semua orang saat ini sudah sangat mengenal video, karena sudah menjadi konsumsi tontonan sehari-hari. Coba tanyakan pada diri sendiri, berapa banyak video yang kita tonton dalam seminggu, atau bahkan sehari?

Baik sengaja menonton maupun tidak, rasanya tidak mungkin saat ini kita tidak terpapar video. Macam-macam video berseliweran di dunia serba-online saat ini. Medsos sehari-hari dipenuhi video. Grup-grup chat pun dipenuhi video. Ada yang bagus, tapi banyak juga yang “sampah”.

Zaman dahulu kala, video dan film adalah barang mewah, atau setidaknya eksklusif. Menonton film di bioskop adalah momen istimewa yang dipersiapkan dengan matang. Sejak sebelum berangkat ke gedung bioskop sudah siap-siap ingin menonton tanpa diganggu, meluangkan waktu khusus untuk menikmati filmnya.

Itu cerita generasi zaman dahulu, kan?

Generasi zaman kini tidak begitu. Nonton film bisa dilakukan lewat platform-platform online seperti Netflix atau YouTube.  Tidak perlu waktu khusus, kapan pun bisa nonton. Pilihan filmnya pun seakan tidak terbatas, segala macam film dan segudang judul film bisa dinikmati kapan pun, di mana pun.

Film vs. Video

Apa yang Anda tonton di bioskop? Pasti jawabannya adalah film. Jarang ada yang menyebut tontonan di bioskop adalah video. Demikian pula tontonan di Netflix, Disney+, Hulu, dan platform-platform sejenis lainnya, biasa kita sebut dengan film.

Sedangkan tontonan yang biasa kita tonton di medsos, TikTok, IG Reels, YouTube, dan lain-lain di layar PC, tablet, maupun smartphone, biasanya kita sebut dengan video. Film-film bioskop juga dapat ditonton via PC atau smartphone, tapi kita tetap menyebutnya sebagai film, bukan video. Padahal sama-sama tontonan, sama-sama gambar yang bergerak.

Apa bedanya film dengan video?

Asal mulanya, film adalah istilah untuk menyebut media yang digunakan untuk merekam gambar, baik gambar diam (foto) dan gambar bergerak (motion picture), dengan proses kimiawi. Media ini terbuat dari plastik seluloid dengan lubang-lubang perforasi, dan digulung menjadi rol film.

35mm motion picture film
Film adalah media rekam gambar terbuat dari pita plastik seluloid yang dilapisi bahan kimia peka cahaya. (foto: Runner1616CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)
Oppenheimer Platters 70mm IMAX
Format asli Oppenheimer (2023) yang tayang di bioskop-bioskop khusus IMAX adalah berupa gulungan film 70mm. Bila gulungannya dibuka, panjang rol film bisa mencapai 17 kilometer. (foto: David Keighley/IMAX)

Demikian pula dengan video. Istilah ini berasal dari dunia penyiaran TV, yaitu sebutan untuk sinyal elektronik berisi gambar. Sinyal video ini bisa ditransmisikan, juga bisa direkam menggunakan alat yang dulu disebut VTR (Video Tape Recorder). Media rekamnya berupa kaset dengan pita magnetik.

Sony Betacam SP
Betacam SP adalah format rekaman video dan jenis kaset videotape yang menjadi standar industri TV dan production house sampai sekitar tahun 2000-an. (foto: Sony Europe)

Seiring perkembangan teknologi, media berupa rol film tergusur dengan media elektronik. Saat ini, semuanya serba digital dan serba internet. Teknologi kamera, media perekaman, media penyiaran, sampai media untuk menonton pun semuanya digital.

Industri perfilman dan perbioskopan pun saat ini sudah tidak banyak yang membuat dan menayangkan “film” yang diproduksi menggunakan rol film seluloid. Hampir semuanya dibuat menggunakan kamera elektronik dengan teknologi digital, dan didistribusikan secara elektronik juga.

Mission Impossible 7 Fiat 500 Movie Set
Mission: Impossible 7 – Dead Reckoning Part One (2023) adalah serial Mission: Impossible pertama yang dibuat sepenuhnya menggunakan kamera digital. (foto: Paramount Pictures; tomcruisefan.com)

Baca juga → Mengenal Film dan Video, Apa Bedanya?

Jadi, Apa Beda Film dan Video?

Saat ini batas antara film dan video semakin kabur. Definisi film dan video sudah bergeser dari makna aslinya. Seiring perubahan zaman, perbedaan antara film dan video sekarang ini adalah dari sisi konten dan tujuan atau cara pembuatannya, bukan lagi berdasarkan media rekamnya.

Istilah film lazim dipakai untuk menyebut karya visual berupa tontonan gambar bergerak yang menceritakan sesuatu, dan cenderung berdurasi lebih panjang. Istilah film cenderung diasosiasikan sebagai karya visual yang matang, dibuat dengan proses yang lebih sistematis dan lebih serius.

Sedangkan istilah video dipakai untuk menyebut gambar bergerak secara umum, mulai dari klip-klip rekaman pendek, sampai video panjang yang lebih bercerita.

Sebagai contoh, ketika kita merekam sesuatu menggunakan fitur video pada kamera smartphone, baik sengaja maupun asal-asalan, hasil rekamannya disebut sebagai rekaman video. Rekaman seperti ini tidak bisa disebut sebagai sebuah karya film, apalagi kalau merekamnya tidak sengaja atau asal-asalan


ke Daftar Isi ↑

Motivasi Membuat Video

Reason watching video
Macam-macam video yang ditonton oleh pengguna internet menurut hasil survei Digital 2023 April Global Statshot Report. (sumber: DataReportal)

Menurut hasil survei yang baru saja diterbitkan April 2023 itu, sebanyak 91,8 persen pengguna internet menonton video apa pun. Jenis konten lainnya yang ditonton adalah video musik, video viral, video tutorial, video livestream, video edukasi, video reviu produk, video olahraga, video gaming, video influencer dan vlog.

Jelas sekali bahwa masyarakat saat ini sangat haus informasi dalam bentuk video, dan mereka menemukan macam-macam konten itu di jagat online.

Pengguna internet menonton video sesuai kebutuhan dan keinginan mereka. Apakah itu untuk hiburan, untuk belajar suatu hal yang baru, mencari informasi produk sebelum membeli, atau hanya sekadar mengikuti aktivitas tokoh idolanya.

Mengapa kita perlu membuat video?

Tentu bukan karena latah untuk semakin memenuhi internet dan medsos dengan video. Kita perlu membuat video karena video adalah media masa kini yang sangat efektif. Maksudnya, efektif untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada penonton.

Coba bandingkan membaca buku panduan atau buku manual, dengan menonton video tutorial di YouTube atau di medsos. Lebih menarik mana? Lebih cepat paham yang mana?

Efektivitas itu diperkuat dengan adanya fakta bahwa teknologi media saat ini memang sangat mengutamakan video. Menonton video termasuk aktivitas terbanyak yang dilakukan via internet. DataReportal dalam laporan tersebut menyebutkan bahwa 50,6 persen pengguna internet menggunakan internet untuk menonton video, TV shows atau movies.

Menyampaikan sesuatu lewat video akan lebih mengena daripada hanya menggunakan gambar atau tulisan saja. Kenapa? Karena video memanfaatkan dua medium komunikasi, yaitu visual dan aural. Ketika kita menonton video, dua indra kita terstimulasi, yakni indra penglihatan dan pendengaran.

Selain itu, menonton video juga lebih digemari karena adanya unsur hiburan. Bagi kebanyakan orang, menonton video terasa lebih menghibur daripada membaca.

Namun, tidak semua video bisa berhasil menyampaikan informasi atau pesan dengan efektif. Video yang tidak menarik, tidak akan ditonton oleh kebanyakan orang.

Ingin eksis

Sebelum mulai membuat konten menggunakan media video, kita perlu punya motivasi dan tujuan yang jelas. Untuk apa kita membuat video? Apa yang menggerakkan kita untuk membuat video itu?

Jawabannya tentu bisa bermacam-macam. Contohnya, bila kita adalah pemilik online shop, maka kita perlu membuat video untuk memamerkan barang dagangan terbaru, atau menunjukkan fungsi dan kelebihan barang yang kita jual. Bila kita adalah petualang, atau pengusaha biro perjalanan, atau pengusaha rental mobil, kita bisa saja membuat video traveling atau reviu destinasi wisata.

Bila kita berprofesi sebagai guru atau dosen, kita bisa membuat video mengenai topik-topik pelajaran yang diminati. Bila kita adalah tokoh komunitas atau sosok pelayan publik, kita bisa membuat video mengenai kegiatan institusi atau prestasi yang dicapai oleh komunitas, atau cerita-cerita yang inspiratif dan bisa menyemangati komunitas kita

YouTube Indonesia Belajar
Channel Indonesia Belajar dikelola oleh seorang dosen bernama Setia Budi. Melalui platform YouTube ia membagikan ilmu teknologi informasi kepada masyarakat luas dengan cara yang mudah dipahami.

Video-video yang akan kita buat itu bisa saja bertujuan untuk memberi informasi, memberi wawasan baru, untuk menghibur, untuk membagikan pemikiran kita tentang suatu topik, atau macam-macam tujuan lainnya.

Ada content creator yang motivasinya murni untuk edukasi, ingin membagikan konten berupa tutorial tentang topik atau skill tertentu, agar semua penonton dapat mempelajari skill itu seluas-luasnya. Ada juga kreator konten yang motivasinya komersial atau business oriented, misalnya seorang product reviewer yang hanya membuat konten untuk mempromosikan produk-produk baru.

Ada juga content creator yang motivasinya personal, membuat video untuk mengekspresikan diri agar dirinya, karyanya, atau aktivitasnya eksis dan dapat dinikmati oleh banyak orang. Ini juga merupakan motivasi yang kuat bagi seorang kreator konten.

Baca juga → Lima Alasan Mengapa Branding Sangat Penting

Motivasi terpaksa

Alhasil, ada yang “ketagihan” dan akhirnya rutin membuat konten video pembelajaran karena dirasa efektif dan sangat menunjang proses belajar mengajar. Video-video yang dihasilkan pun kualitasnya semakin meningkat dan semakin menarik untuk ditonton.

Namun, banyak juga yang asal-asalan membuat video, hanya untuk memenuhi kewajiban semata. Video yang seperti ini biasanya dibuat dengan effort seadanya, membosankan, dan ditontonnya pun secara terpaksa.

Memiliki motivasi yang jelas sangat penting untuk membantu langkah-langkah kita selanjutnya. Motivasi yang jelas juga akan berpengaruh pada konsistensi dan seberapa seriusnya effort yang akan kita keluarkan sebagai seorang content creator.

Arri Solutions
Seberapa serius Anda ingin membuat video? Cukup sederhana saja, atau “mewah” seperti foto ini? (foto: arri.com)

ke Daftar Isi ↑

Kriteria Video Bagus

Video yang kurang bagus biasanya kurang menarik untuk ditonton atau dinikmati. Oleh karena itu, ketika Anda akan membuat video, buatlah video yang bagus, jangan yang ala kadarnya.

Kriteria video bagus berkaitan dengan tiga aspek kunci yang paling mendasar, yaitu:

  1. Konten yang ingin disampaikan
  2. Estetika visual
  3. Faktor audio

Kita perlu memikirkan ketiga faktor kunci itu ketika membuat film atau video, karena ketiganya akan menentukan bagus tidaknya video yang kita buat.

1. Konten yang ingin disampaikan

Konten adalah dasar yang paling mendasar. Apalagi bagi seorang content creator, sudah jelas bahwa konten adalah segalanya. Konten adalah isi pesan, informasi, atau cerita yang ingin disampaikan oleh si pembuat video.

Video adalah kemasan bagaimana konten itu disampaikan kepada penonton.

Sebagai penonton, ketika kita menonton film atau video, yang kita cari tentu adalah ceritanya, atau isi dari video tersebut. Dari sisi penonton, kita menyerap informasi yang ingin disampaikan oleh pembuat video.

Bila setelah menonton suatu film atau video, kita tidak mendapatkan informasi apa pun, atau tidak tau apa yang diceritakan dalam video itu, apakah kita bisa bilang bahwa itu adalah video yang bagus? Bisa-bisa malah kita skip tidak lanjut menonton sampai akhir, lalu cari video lain yang lebih menarik. Ya, kan?

2. Estetika visual

Faktor terpenting berikutnya adalah urusan visual. Meskipun konten adalah segalanya, tetapi kalau disampaikan dengan visual yang asal-asalan, tidak akan menjadi video yang bagus dan dapat dinikmati oleh penonton.

Estetika visual pada dasarnya adalah bagaimana video yang kita buat itu nyaman dilihat mata. Di dunia perfilman, urusan visual ini ranahnya sinematografi. Ada banyak teknik yang bisa dipelajari terkait urusan sinematografi, bila Anda berminat mendalami dan ingin menjadi filmmaker serius.

Banyak konten video yang mengadopsi gaya film sinematik, atau biasanya disebut “cinematic video”. Beberapa teknik dasar sinematografi bisa diterapkan untuk membuat tayangan video menjadi lebih menarik.

Namun, jangan menjadi gamang dengan istilah dan banyaknya teknik pengambilan gambar sinematik. Bagi seorang pemula yang sedang belajar membuat video, jangan pusingkan macam-macam teknik tingkat tinggi. Kemampuan itu nanti bisa dikembangkan seiring bertambahnnya pengalaman dan jam terbang.

Pegang saja konsep dasarnya, yaitu bagaimana video yang kita buat terlihat nyaman di mata.

Contoh sederhana misalnya urusan gelap-terang. Video yang terlalu terang atau terlalu gelap umumnya tidak nyaman dilihat. Kemudian, video yang tidak fokus atau blur; video yang goyang-goyang (shaking) parah dan memusingkan ketika ditonton; video yang gambarnya miring, sehingga membuat penonton pegal karena ikut memiringkan kepala saat menonton.

Contoh lain, misalnya video vlog yang wajah vlogger-nya terpotong. Ada juga video yang gambarnya tidak sesuai dengan cerita yang disampaikan. Si vlogger menceritakan tentang pengalamannya traveling cantik ke tempat-tempat eksotis, tapi visual di sepanjang video menampilkan gambar kucing peliharaannya di rumah. Terbayang kan rasanya menonton video seperti ini?

3. Faktor Audio

Hal terpenting berikutnya adalah faktor audio. Pada bagian awal artikel ini dijelaskan bahwa video adalah media yang menstimulasi manusia melalui indra penglihatan dan pendengaran. Video adalah media visual dan aural. Oleh karena itu, audio menjadi bagian penting dari karya video.

Konten sudah bagus, visual sudah bagus, tapi kalau audio asal-asalan, hasil video keseluruhannya pun akan kurang bagus. Lagipula, video yang suaranya kurang bagus biasanya membuat isi pesannya menjadi sulit untuk dipahami. Maka, kontennya pun akan ikut terbawa menjadi kurang bagus.

Audio yang bagus, pada dasarnya adalah suara yang jelas, tidak banyak noise atau gangguan.

Bila suara utama dalam video adalah berupa dialog, monolog, atau percakapan orang, maka percakapan itu harus jelas terdengar. Jangan sampai suara percakapannya tenggelam di antara noise, atau tenggelam karena suara latar yang berlebihan.

Bila videonya menggunakan musik untuk latar belakang, pastikan musiknya mendukung cerita dan mendukung suasana yang ingin dibentuk. Jangan sampai musiknya malah mengganggu dan mendistraksi fokus penonton.

Anda pernah menonton video tutorial, misalnya “Cara mengatur exposure manual di smartphone Android dan iPhone”, dan di sepanjang tutorial, musik latarnya adalah lagu rock atau dangdut dengan volume kencang? Ngga banget kan? Sebagus apa pun instruktur mengajarkan tutorialnya, musiknya akan sangat mengganggu perhatian kita saat menonton.

Video tanpa dialog seperti ini sangat mengandalkan unsur musik untuk membentuk mood dan suasana yang ingin disampaikan. (sumber: YouTube @UniversitasKristenMaranatha)


ke Daftar Isi ↑

Fenomena Video Sampah

Ada satu fenomena yang saya sebut fenomena video “sampah”. Awalnya adalah dari beberapa rekan yang berpendapat, “Gue ga demen TikTok, ga guna, ngabisin waktu.” Ternyata ada cukup banyak juga yang berpendapat serupa. Pendapat itu di tengah naiknya popularitas TikTok yang digemari sebagian besar masyarakat khususnya di Indonesia.

Saya pribadi berpendapat, mereka yang memandang miring TikTok, sebetulnya bukan murni gara-gara TikTok-nya. TikTok adalah platform yang memfasilitasi orang-orang berkreasi, berekspresi, dan mendistribusikan konten video. Isi kontennya adalah urusan si pembuat konten.

Konten-konten “sampah” yang dimaksud, sebetulnya banyak juga yang memenuhi kriteria video bagus. Banyak yang visualnya bagus, gambarnya tajam, lighting memadai, nyaman dipandang. Audionya juga secara teknis bagus.

Negara Pengguna TikTok Terbanyak April 2023
Jumlah pengguna aktif TikTok di Indonesia kedua terbanyak setelah Amerika Serikat, mencapai 113 juta orang pada April 2023. (sumber: DataReportal)

Dari sisi konten, banyak konten yang sangat simpel, hanya menampilkan orang jogat-joget dengan gaya aneh-aneh saja. Mungkin ini yang disebut “sampah”, karena tidak ada informasi spesifik (apalagi edukatif) selain murni hanya untuk hiburan saja. Bagi para penonton yang haus hiburan, konten semacam ini tentunya bukan sampah.

Ada lagi jenis video “sampah” lainnya, yaitu video yang visualnya asal-asalan, audionya asal-asalan, tapi ditonton banyak orang. Video-video semacam ini bisa viral bukan karena kualitas videonya, tetapi karena kontennya yang memang panas, kontroversial, dan menarik perhatian.

Hal ini membuktikan bahwa konten adalah nomor satu. Kualitas video dan audio yang kurang bagus masih bisa dimaklumi oleh penonton, bila kontennya bagus atau menarik perhatian. Namun, idealnya ketiga faktor terpenuhi, jangan hanya mementingkan konten saja.

Bagi seorang produser film, kemasan visual sangat penting. Cerita yang sangat sederhana pun dapat tampil memukau dengan kemasan visual dan audio yang matang.


ke Daftar Isi ↑

Proses Pembuatan Video

Merekam video dan memproduksi video adalah dua hal yang esensinya beda, walaupun memproduksi video umumnya melibatkan proses merekam video. Produksi video adalah istilah yang digunakan untuk menyebut keseluruhan proses pembuatan video dengan maksud dan tujuan tertentu, lalu mempertontonkan hasil akhirnya kepada khalayak penonton.

Produksi video adalah proses yang terencana.

Merekam video untuk kenang-kenangan dokumentasi pribadi dan tidak ada niatan untuk mempertontonkannya secara publik, umumnya tidak bisa disebut dangan istilah memproduksi video. Merekam video seperti ini biasanya dilakukan secara spontan, dan tidak ada tujuan spesifik selain untuk merekam kenangan.

Istilah “video production” atau “film production” mungkin terdengar serius dan berat. Kita biasanya langsung membayangkan peralatan kamera yang canggih, lighting yang kompleks, dan seterusnya. Memang gambaran seperti itu cukup tepat untuk menggambarkan produksi skala besar atau filmmaker profesional.

Oppenheimer Movie Set
Film drama Oppenheimer (2023)​ melibatkan 55 kru camera & electrical department, 26 kru sound department​, total kru mencapai lebih dari 400 orang. (foto: BlayzenPhotos/BACKGRID)

Namun, kita tidak perlu terpaku pada teknik dan peralatan macam-macam ketika ingin memulai membuat video kelas pemula. Mulai dari proses yang sederhana, memanfaatkan alat yang sudah kita punya.

Sepuluh langkah berikut ini bisa Anda ikuti sebagai panduan umum memproduksi video secara sistematis step-by-step

10 Langkah Produksi Video
Sepuluh langkah mudah membuat video, mulai dari ide awal, syuting, hingga editing dan publikasi penayangan. (dok. Iwan Santosa)

Langsung lanjutkan ke → Tiga Fase Produksi Film

10 Langkah Mudah Membuat Video

Tiga Fase Produksi Film

Sepuluh langkah tersebut adalah langkah-langkah garis besar proses produksi video secara umum. Masing-masing pembuat video punya cara-cara atau langkah spesifik yang lebih detail sesuai dengan karakter video yang sedang dibuatnya.

Seiring dengan berkembangnya skill dan pengalaman, Anda pun akan terbiasa membuat video dengan sistematika dan workflow tertentu yang cocok dengan gaya produksi atau jenis video yang Anda buat.

Di industri perfilman, sepuluh langkah tersebut dibagi menjadi tiga fase atau tahapan besar yaitu tahap praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Tahapan perencanaan, pengembangan konsep, dan penulisan script, masuk dalam tahap praproduksi (preproduction).

Tahapan pengambilan gambar atau shooting, atau di studio-studio besar disebut juga dengan istilah principal photography, masuk fase produksi (production). Pada tahap inilah sutradara dan sinematografer atau disebut juga director of photography (DP atau DoP) memegang peranan paling kunci.

Peran sutradara, DP, editor, dan produser

Sutradara bertanggung jawab atas pengarahan adegan dan mengarahkan semua tim yang terlibat syuting. DP bertanggung jawab atas pengambilan gambar dan seluruh urusan kreatif serta teknis untuk menghasilkan gambar terbaik sesuai script.

Tahap Pembuatan Film
Tiga fase pembuatan film terdiri dari praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Masing-masing fase memiliki tahapan dan komponen proses yang lebih detail. (dok. Iwan Santosa)

Kemudian, tahapan editing masuk pada fase pascaproduksi (postproduction), yaitu tahapan terakhir yang menghasilkan karya final sebelum masuk tahap distribusi. Pada tahap ini, editor bertanggung jawab menyulap potongan-potongan gambar hasil syuting menjadi film utuh sesuai script dan visi sutradara.

Sutradara tidak hanya bertanggung jawab atas fase produksi saja, tapi juga sudah terlibat sejak praproduksi, sampai pascaproduksi dan filmnya jadi. Tugas sutradara cenderung pada aspek kreatif dari seluruh rangkaian proses produksi film.

Sedangkan orang yang paling bertanggung jawab atas keseluruhan proses mulai dari nol besar sampai film terdistribusi, termasuk menentukan tim, menentukan visi produksi, merancang setiap proses, memantau pelaksanaan setiap proses agar berjalan baik, sampai urusan pendanaan, adalah sang produser.

Lihat juga → Perbedaan Film Dokumenter dan Fiksi


ke Daftar Isi ↑

Skala Produksi

Keseluruhan tahapan proses produksi video bisa Anda lakukan sendiri. Hal ini berlaku bila skala produksinya cukup kecil dan sanggup ditangani sendiri. Namun, untuk produksi video atau film berskala besar, tentunya Anda tidak dapat melakukannya sendirian.

Ketika video yang Anda buat semakin kompleks dan kualitasnya dituntut semakin tinggi, apalagi bila ada deadline yang wajib dipenuhi, maka tugas Anda sebagai seorang content creator akan semakin kompleks juga.

Bila begitu, Anda pasti akan memerlukan tim produksi yang lebih lengkap, lebih kompeten. Tugas Anda tidak lagi hanya sebagai content creator semata, tetapi sudah harus berpikir dan bertindak sebagai seorang produser film.

Banyak vlogger atau YouTuber yang mulai membuat video secara “one man band” alias pemain solo alias single fighter, semua dikerjakan sendiri. Di antara mereka, banyak yang sukses dan berkembang sampai membangun studio produksi, punya kru produksi profesional, punya peralatan lengkap. Skala produksinya pun berkembang menjadi lebih besar, tidak kalah dengan industri perfilman papan atas.

Unsane (2018) Jungle Scene
Meskipun pengambilan gambar “hanya” menggunakan tiga unit smartphone, film Unsane (2018) melibatkan banyak kru produksi. Steven Soderbergh sebagai sutradara merangkap DP dibantu 6 kru camera & electrical, 23 kru sound department, dan puluhan kru di bagian-bagian lainnya. (foto: Fingerprint Releasing/Bleecker Street)

Pentingnya Script & Perencanaan

Semua film box-office dibuat berdasarkan script. Tanpa script, filmnya tidak akan jadi. Script ibarat blueprint bangunan, yang menjadi panduan saat membangun sampai bangunannya terwujud.

Bila video yang kita buat cukup kompleks, dan melibatkan tim yang terdiri dari banyak orang, maka script adalah pegangan agar semua orang memahami apa yang ingin dicapai dan diwujudkan. Semua anggota tim harus sepaham, film akhirnya akan seperti apa.

Bagi kreator video pemula, tidak harus membayangkan script seperti layaknya screenplay atau skenario standar industri perfilman. Kita tidak wajib mengikuti standar industri bila video yang kita buat adalah video sederhana. Yang penting script dipahami oleh seluruh anggota tim produksi.

Bentuk script yang paling sederhana dapat berupa naskah kalimat yang akan diucapkan saat syuting. Bahkan, catatan garis besar poin-poin apa saja yang perlu dikatakan saat syuting, itu pun sudah bisa disebut “script”.

Naskah apa pun yang berguna untuk membantu kita mewujudkan video sesuai yang kita mau, itulah naskah atau skrip yang kita butuhkan.

Sample Shooting Script - Mila
Contoh shooting script sederhana berupa tabel split script dua kolom, masing-masing berisi deskripsi visual dan audio. (dok. Iwan Santosa)

Bila kita membuat film atau video yang melibatkan syuting lebih dari satu hari, atau di beberapa lokasi, atau melibatkan beberapa orang tokoh yang harus tampil, maka kita perlu membuat perencanaan tidak hanya dalam aspek kreatifnya saja, tetapi juga dalam teknis pelaksanaannya.

Dalam kasus seperti ini, kita perlu membuat catatan-catatan lainnya seperti shot list dan shooting schedule. Dua dokumen ini akan sangat membantu kelancaran proses produksi.

Sample Shot List - Mila
Contoh shot list paling sederhana berisi daftar shot apa saja yang perlu direkam dalam periode produksi. (Lihat hasil akhir film ini di sini)

Video Tanpa Kamera

Bisakah membuat video tanpa menggunakan kamera? Bisa saja. Contohnya adalah video yang basisnya animasi, baik animasi 3D yang menyerupai live action, sampai animasi sederhana 2D. Bahkan, Anda bisa membuat video hanya dengan menggunakan aplikasi PowerPoint, dengan cara membuat slides yang diberi gerakan dan transisi, lalu diekspor menjadi file video.

Slide presentasi yang divideokan, secara teknis sah disebut sebagai karya video. Namun, apakah video seperti itu menarik dilihat? Mungkin menarik bagi penonton spesifik seperti siswa atau mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas atau menyimak pelajaran melalui video itu.

Dua tahun terakhir ini merebak juga jenis video yang isinya adalah screen recording dan rekaman Zoom yang ditayangkan di platform video seperti YouTube. Apakah video-video yang seperti ini menarik? Bisa ya, bisa juga tidak, tergantung isi dan tujuan videonya, kebutuhan dan segmen pemirsanya.

Konten yang berbasis animasi biasanya diperlukan sebagai pendukung untuk memvisualkan konsep yang sifatnya abstrak, yang sulit disampaikan menggunakan gambar nyata (live action). Kecuali, Anda memang sedang membuat film animasi sepenuhnya, atau film kartun.

Pada dasarnya manusia lebih tertarik menonton gambar yang sifatnya live action, atau gambar yang merepresentasikan realitas dengan tokoh manusia. Gambar seperti ini lebih compelling untuk dilihat.

Kumpulan foto yang divideokan biasa disebut slideshow. Tayangan seperti ini sah disebut sebagai video. Bila dibandingkan dengan video berjenis live action, mana yang lebih menarik?


ke Daftar Isi ↑

Faktor Keberhasilan Produksi Film

Selain sepuluh langkah produksi yang sudah dipaparkan di bagian sebelumnya, ada faktor-faktor lainnya yang perlu dipikirkan dan menjadi tanggung jawab seorang produser film. Lima faktor berikut ini dapat memengaruhi keberhasilan produksi dan film yang dihasilkan.

1. Visi yang Jelas

Motivasi, maksud, dan tujuan harus jelas. Produser harus sangat paham film seperti apa yang nantinya akan dihasilkan, untuk apa, dan kenapa film itu dibuat.

Punya visi yang jelas akan sangat membantu semua pihak untuk mewujudkan film itu. Visi yang jelas juga akan membantu ketika terjadi masalah atau kendala pada proses produksi, sebagai pegangan untuk mencari solusi.

2. Pikirkan khalayak penonton

Produser harus tau siapa yang akan menonton film ini nanti setelah jadi. Jangan naif ingin membuat film untuk dapat dinikmati semua kalangan, dan memuaskan semua pihak. Faktanya, penonton saat ini sangat selektif. Mereka hanya menonton film yang ingin ditonton.

Di sisi lain, mengetahui siapa dan kalangan mana yang akan menonton film itu, akan sangat membantu produser merancang film yang akan dibuat.

Contohnya, bila film itu menarget penonton kalangan anak-anak, ya jangan membuat alur dan script yang rumit berbelit. Bila film yang dibuat adalah company profile perusahaan finansial yang akan ditonton oleh mitra-mitra bisnis B-to-B, ya sebaiknya jangan pakai gaya bahasa alay, penuh efek warna-warni aduhai, dan musik yang norak.

3. Tau batas

Produser harus tau batas. Termasuk batasan waktu, batasan budget, juga batasan kemampuan. Batasan-batasan ini juga akan menentukan skala produksi. 

Sebagai contoh, bila film yang akan dibuat adalah film superpendek yang sederhana dengan budget minimal, sebaiknya jangan mencari lokasi syuting yang terlalu jauh. Bisa-bisa dana habis hanya untuk urusan transportasi dan sewa tempat. Waktu pun terbuang bukan untuk syuting, tapi habis waktu di jalan.

4. Efisien, efektif, produktif

Seorang produser harus memastikan proses produksi berjalan dengan baik, mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan dengan segala batasan dan sumber daya yang ada. Mulai dari menentukan jumlah personel yang terlibat, kemampuan tim, peralatan apa saja yang akan digunakan, sampai sejauh mana kualitas yang akan dikejar. Film yang dibuat harus dikemas secara efektif sesuai maksud dan tujuan.

Semua aspek perlu dipertimbangkan agar produksi dapat berjalan lancar. Tahapan produksi atau workflow dibuat seproduktif dan seefisien mungkin, menghindari proses-proses yang tidak perlu. Misalnya pengulangan take atau revisi berulang kali, yang akan menambah beban pekerjaan, menyita lebih banyak energi, menambah waktu dan biaya produksi.

5. Perencanaan yang matang

Persiapan dan perencanaan perlu dilakukan sampai detail, kemudian dieksekusi dengan matang. Produser juga harus siap menghadapi kendala dan mampu mencari solusi bila terjadi hal-hal yang di luar dugaan. Semakin matang persiapan, maka kita akan semakin siap melakukan improvisasi bila diperlukan.

Perencanaan yang matang akan meminimalisir potensi kesalahan yang mungkin terjadi. Sebagai contoh, jangan sampai syuting harus diulang ketika saat editing kita baru menyadari bahwa ada satu bagian scene yang lupa di-shoot. Kesalahan fatal seperti ini menandakan planning yang tidak matang.

Semakin besar skala produksi, semakin dibutuhkan perencanaan yang baik, karena semakin banyak elemen yang harus diatur dan dikoordinasikan.

Jangan salah, film-film papan atas pun rentan kesalahan. Effort dan biaya untuk memperbaiki kesalahan bisa membuat budget membengkak. Maka, lakukan segala perencanaan agar tidak terjadi kesalahan, apalagi yang sifatnya fatal. Bila terjadi kesalahan, produser perlu mengambil keputusan terbaik untuk mencari solusi yang efektif dan efisien.

Anda bisa menemukan kesalahan pada adegan film It’s a Wonderful Life ini?


ke Daftar Isi ↑

11 Tip Produksi Video Menggunakan Smartphone

Bila Anda ingin mulai membuat konten video, tapi kurang pede karena hanya bermodal smartphone, janganlah gentar. Meskipun kamera smartphone memiliki batasan-batasan teknis (antara lain ukuran sensor, dynamic range, dan sebagainya), tapi kebanyakan smartphone keluaran baru beberapa tahun terakhir ini sudah memiliki teknologi kamera yang sangat layak dan mumpuni.

Kamera smartphone dapat menghasilkan video dengan kualitas memadai, asalkan kita tau cara memaksimalkannya. Sebelas tip berikut ini akan membantu Anda membuat video menggunakan smartphone agar hasilnya layak dan berkualitas baik.

1. Pastikan fokus

Fokus berarti subjek atau objek utama terlihat tajam. Kamera smartphone umumnya dapat mengatur fokus secara otomatis (autofocus). Namun, pada situasi tertentu kita mungkin perlu mengatur fokus secara manual, atau memanfaatkan fitur focus-lock agar fokus tidak berubah-ubah saat kamera sedang merekam.

Video yang tidak tajam bisa disebabkan pengaturan fokus yang kurang tepat, salah mengatur atau memilih titik fokus, atau jarak kamera terlalu dekat.

2. Bersihkan lensa

Mungkin ini adalah tip yang amat sangat sederhana, tapi jangan meremehkan langkah yang satu ini. Lupa membersihkan lensa smartphone ketika syuting, hasilnya gambar terlihat kurang tajam, tampak seperti berkabut (foggy). Biasakan membersihkan lensa setiap kali akan mulai merekam.

Smartphone adalah barang yang sangat rentan kotor, terutama bagian lensa kamera yang mudah sekali tersentuh jari. Banyak cameraman smartphone yang tidak sadar lensa kurang bersih saat merekam, karena efeknya tidak langsung terlihat jelas di layar smartphone. Setelah membuka file hasil rekaman di layar komputer untuk editing, barulah terlihat jelas dan menyesal.

3. Hindari getaran

Tidak goyang bukan berarti kamera harus sepenuhnya diam. Maksudnya, gerakan kamera perlu dijaga agar tetap nyaman dilihat, bukan gerakan yang tidak dikehendaki seperti getaran camera shake yang tidak enak dipandang. Bila syutingnya diam (tidak ada pergerakan kamera), sebaiknya gunakan tripod atau stand dibandingkan mengandalkan tangan untuk menahan smartphone.

Bila adegannya butuh pergerakan, maka gerakan kamera perlu diusahakan semulus mungkin. Idealnya menggunakan stabilizer khusus (gimbal stabilizer atau rig).

Bila goyangan getaran kamera tidak terlalu parah, bisa juga distabilkan menggunakan fitur image stabilizer bawaan smartphone (bila tersedia) atau memanfaatkan fitur stabilisasi nanti saat proses editing. Namun perlu dipertimbangkan bahwa filter stabilizer di aplikasi-aplikasi editing ada batasnya, dan bisa juga mengorbankan kualitas gambar.

Getaran kamera menghasilkan gambar yang shaky. Getaran ini sampai batas tertentu bisa dikurangi dan distabilkan menggunakan fitur stabilisasi pada aplikasi video editing.

4. Pilih lokasi yang tepat

Tip ini lebih diarahkan bagi pembuat video bergaya vlog atau melibatkan wawancara. Bila Anda punya studio yang sudah dipersiapkan khusus untuk syuting, hal ini tidak menjadi masalah. Namun, bila Anda harus merekam dialog maupun monolog di lokasi nyata di mana pun, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:

  • Penampakan visualnya sesuai dengan konteks konten yang disampaikan. Misalnya memilih latar belakang lokasi yang nyambung atau sesuai konteks dengan topik yang akan dibahas.

  • Pencahayaannya cukup terang dan nyaman dilihat. Cahaya atau lighting di lokasi syuting tidak terlalu keras atau harsh, sampai mengganggu dan tidak nyaman ketika dilihat di layar. Contoh cahaya yang kurang nyaman dilihat adalah saat terik siang hari langsung di bawah sinar matahari, atau cahaya indoor dari lampu yang letaknya tepat di atas kepala. Cahaya seperti ini akan menghasilkan penampakan gambar wajah yang tidak enak dipandang, karena bayangan mata dan hidung akan tampak keras sekali, hitam tegas tepat di bawah mata dan hidung.

  • Tidak berisik, tidak ada suara-suara latar yang mengganggu. Suara noise latar belakang dapat menurunkan kualitas keseluruhan video apabila mendistraksi perhatian penonton.

5. Perhatikan suara utama

Lanjutan dari tip sebelumnya, yaitu suara utama harus jelas. Maksudnya, jelas dalam hal penyampaian, dan tidak “tenggelam” karena suara-suara lain yang dapat mengganggu suara utama. Selain faktor pemilihan lokasi yang tidak berisik, kejelasan suara juga mengikuti kaidah teknis rekaman suara. Prinsip dasarnya adalah, jarak yang sedekat mungkin antara sumber suara dengan mic.

Penggunaan mic eksternal akan sangat membantu meningkatkan kualitas suara. Jenis mic eksternal yang paling sederhana (dan cukup murah) adalah lavalier mic atau biasa disebut mic jepit (karena penggunaannya dijepitkan di baju sekitar dada).

Rode Mics
Lavalier (lav mic) dan mini shotgun adalah jenis mic yang populer karena praktis dan mudah digunakan. Penutup berbulu “dead cat” (kanan) berfungsi untuk menahan dan meredam suara angin. (foto: Rode)

Bila tidak punya yang khusus, Anda bisa juga memanfaatkan earset, earphone, headset, handsfree, atau TWS (True Wireless Stereo) yang biasanya juga memiliki fitur microphone. Kurang ideal, tetapi biasanya cukup memadai untuk keperluan membuat video bergaya vlog.

Bila Anda punya budget cukup, tidak ada salahnya membeli mic khusus berkualitas baik. Hal ini akan menjadi investasi yang sangat worth it, karena suara yang prima akan jauh meningkatkan kualitas video. Pilih jenis mic sesuai dengan gaya video yang sering Anda buat.

6. Atur framing dan urusan visual

Tip berikutnya adalah mengenai komposisi visual. Jangan takut dengan istilah “komposisi” yang terkesan berat ini, dan jangan membayangkan teori komposisi yang dipelajari di sekolah-sekolah seni rupa, atau di kursus-kursus sinematografi.

Bagi pemula, atur saja bagaimana caranya agar gambar rekaman video nyaman dilihat. Bagaimana kita mengatur objek-objek yang tampak di layar agar enak dilihat, itulah esensi dari komposisi.

Sanur Kites (© Iwan Santosa)
Gambar pemandangan layangan di Pantai Sanur ini mengikuti prinsip komposisi rule of third, yaitu menempatkan elemen-elemen gambar pada sepertiga atas, tengah, dan bawah bidang gambar. Nyaman dipandang, kan? (foto: Iwan Santosa, 2022)

Beberapa pengaturan komposisi dasar yang paling penting adalah penempatan subjek atau objek utama; posisi atau angle kamera; background atau latar yang tampak di belakang subjek; dan pemilihan format frame gambar: vertikal atau horizontal.

Sebagai panduan, berikut ini beberapa pertanyaan yang perlu dipikirkan terkait komposisi visual.

  • Framing vertikal atau horizontal?
  • Posisi subjek utama di tengah, di pinggir, seberapa besar, seberapa dekat?
  • Angle kamera dari atas, bawah, eye-level, dari samping, atau bagaimana?
  • Apakah background sudah tepat, tidak distracting?
  • Adakah elemen-elemen gambar yang mengganggu?

Satu hal lagi yang banyak membuat bingung vlogger pemula, adalah penampakan wajah yang tidak wajar karena terdistorsi. Muka menjadi terlihat lucu, hidung atau dahi jadi terlihat besar, proporsi kepala jadi tampak aneh. Hal ini terjadi karena jarak antara lensa dengan wajah terlalu dekat.

Kalau Anda suka dengan visual yang terdistorsi seperti ini, sah-sah saja. Namun, kalau Anda sedang membuat video yang lebih formal, distorsi ini akan membuat video terkesan tidak profesional. Cara mengatasinya, ubah posisi smartphone agak menjauh dari wajah.

Bila perlu, gunakan fitur lensa tele jika tersedia, atau boleh juga gunakan fitur zoom-in. Sedikit saja, jangan mengatur zoom-in terlalu banyak, karena umumnya fitur digital zoom di kebanyakan smartphone bisa mengurangi kualitas gambar. Jangan juga meletakkan smartphone lebih rendah dari posisi hidung, karena biasanya akan menghasilkan gambar wajah yang kurang nyaman dilihat.

Open Camera Grid (Rule of Third)
Aktifkan tampilan grid garis-garis panduan di aplikasi kamera smartphone untuk membantu pengaturan framing dan komposisi visual. (dok. Iwan Santosa)

7. Jangan luput pengaturan teknis

Agar bisa memaksimalkan kemampuan kamera smartphone, kita perlu mengenal smartphone kita dengan baik. Tujuannya agar kita memahami fitur-fitur yang dimiliki, dan dapat mengatur setting terbaik. Kita juga perlu memahami batas kemampuan smartphone kita, agar dapat menghasilkan video terbaik tanpa mengorbankan kualitas karena keterbatasan itu.

Contohnya adalah setting ukuran atau resolusi gambar, frame size atau frame ratio, kompresi ukuran file, frame rate, dan seterusnya. Sebisa mungkin gunakan ukuran resolusi terbesar dengan kualitas terbaik yang ada di menu setting, agar smartphone merekam gambar dengan kualitas maksimal, dan lebih fleksibel saat nanti dilakukan editing.

Namun, bila Anda merekam video hanya untuk medsos saja dan tidak butuh kualitas maksimal, biasanya resolusi HD 720 atau 1080 sudah sangat memadai dan tidak menghabiskan storage, bila dibandingkan ukuran lebih tinggi misalnya 4K. Proses editing-nya pun akan lebih cepat dan ringan.

Frame & File Size per Minute
Perbandingan rasio ukuran HD 720p (1280 x 720), FHD 1080p (1920 x 1080), UHD 4K (3840 x 2160) dan ukuran file hasil rekaman per menit (30 fps, H.264). (sumber data: Apple)

Perhatikan juga hal-hal teknis pendukung seperti kapasitas memori storage, juga daya baterai. Tidak lucu kan, kalau pas saatnya syuting, memori smartphone penuh dan batt low. Jangan sampai di tengah-tengah syuting hape mati gara-gara kehabisan baterai atau overheat kepanasan. Hal-hal remeh seperti ini akan sangat mengganggu proses syuting, dan memperlambat pekerjaan.

Aplikasi kamera bawaan smartphone biasanya sudah cukup memadai untuk keperluan syuting video pada umumnya. Namun, bila Anda butuh kebebasan pengaturan teknis yang mendetail, misalnya ingin mengatur exposure, fokus, ISO, white balance, audio level, dan macam-macam pengaturan lainnya secara manual, Anda perlu menginstal aplikasi khusus.

Sanur Prayer (© Iwan Santosa)
Salah satu jenis pencahayaan yang cukup menyulitkan adalah backlight. Pada situasi seperti ini, fitur exposure-lock atau manual exposure akan sangat berguna untuk memperoleh gambar yang paling pas. (foto: Iwan Santosa, 2022)

Beberapa camera app yang banyak digunakan para filmmaker bisa membuat smartphone terasa seperti kamera DSLR atau mirrorless betulan.

Filmic Pro Exposure Setting
Filmic Pro WB Setting
Tampilan pengaturan exposure dan white balance pada aplikasi Filmic Pro. (dok. Iwan Santosa)
Open Camera Menu Setting
Open Camera Exposure Setting
Tampilan pengaturan konfigurasi kamera dan manual exposure pada aplikasi Open Camera. (dok. Iwan Santosa)

8. Konten, konten, dan konten

Faktor-faktor yang telah dibahas pada tujuh poin sebelumnya bersentuhan dengan faktor teknis cara pengambilan gambar (dan suara). Berikutnya adalah faktor yang paling mendasar, yaitu faktor konten.

Video yang bagus adalah video yang kontennya bagus, disampaikan dengan gambar yang bagus, dan suara yang bagus. Konten yang dimaksud adalah cerita, pesan, maksud, atau tujuan yang mendasari video itu dibuat.

Sudah diuraikan pada bagian sebelumnya mengenai kriteria video bagus, bahwa konten adalah apa yang ingin kita sampaikan dan tunjukkan melalui video yang kita buat. Orang menonton video untuk menyerap konten itu, bukan semata-mata hanya untuk melihat gambar dan suaranya saja.

Konten yang tidak menarik, tidak akan membuat orang betah menonton, walaupun gambarnya bagus. Sebaliknya juga berlaku, konten perlu ditampilkan dengan gambar dan suara yang bagus, agar konten itu tersampaikan kepada penonton secara utuh.

Ketika syuting, semua visual dan suara yang diambil adalah demi mengemas konten agar tampil sebaik mungkin. Jadi, pusatkan kreativitas pengaturan gambar dan suara dengan berpusat pada konten yang ingin disampaikan. Jangan melenceng dari konten.

9. Lakukan test shoot

Ada baiknya sebelum syuting betulan, lakukan test shoot atau syuting percobaan. Buat rekaman pendek untuk memastikan semuanya berjalan baik. Amati hasil rekaman percobaan, perhatikan apakah visualnya sudah sesuai harapan. Perhatikan juga apakah suara sudah terekam dengan baik. Lakukan pengaturan-pengaturan tambahan bila belum sesuai.

Test shoot juga berguna untuk mendeteksi adanya potensi kesalahan teknis. Misalnya bila syuting menggunakan mic eksternal, maka pastikan suara yang terekam adalah dari mic eksternal, bukan dari mic built-in bawaan smartphone.

10. Editing

Setelah syuting selesai, lakukan tahap editing juga dengan berpusat pada konten. Pilah dan satukan potongan gambar untuk merangkai semuanya menjadi satu kesatuan konten yang utuh dan padu.

Gunakan transisi dan efek yang mendukung konten, bukan malah mendistraksi fokus penonton dan kurang sesuai dengan konten. Demikian pula dengan penggunaan efek suara dan musik, harus mendukung konten. Jangan sampai musik tidak nyambung dengan konten dan mengganggu.

Video Editing NLE Populer
Aplikasi non-linear video editing (NLE) populer antara lain Avid Media Composer, Lightworks, DaVinci Resolve, Final Cut ProPremiere Pro, Kdenlive, Shotcut, iMovie, Clipchamp, VSDC, CapCut. Ada yang ditujukan untuk penggunaan profesional, ada juga yang “ringan” dan mudah digunakan oleh kalangan personal.

Perlu sangat diingat, bahwa editing bukan tahapan untuk memperbaiki kesalahan. Memang betul ada kesalahan-kesalahan kecil yang bisa diperbaiki di tahap editing, tetapi jangan berharap semua kesalahan dapat diperbaiki. Jangan punya pemikiran bahwa proses syuting yang buruk dapat ditebus di tahap editing.

Misalnya suara noise gemuruh angin yang sangat tinggi levelnya, tidak akan dapat dihilangkan meskipun sudah diedit menggunakan filter noise reduction. Atau, memaksakan pengambilan gambar dengan cahaya terlalu minim sampai under-exposure, gambarnya menjadi rusak, hilang kontras dan dipenuhi bintik-bintik sangat parah. Hal seperti ini juga tidak akan bisa diperbaiki selain melakukan syuting ulang.

Pelajari juga → Offline dan Online Editing

11. Urusan hak cipta

Sebagai seorang kreator konten, sudah selayaknya kita menghargai kreator lainnya, dan menghargai karya ciptaan itu sendiri. Menghormati karya cipta orang lain sama dengan menghormati karya ciptaan kita sendiri. Bila Anda harus menggunakan karya orang lain dalam video yang Anda buat, pastikan karya itu boleh Anda gunakan tanpa melanggar hak cipta orang lain.

Hal yang paling umum adalah penggunaan musik karya orang lain untuk sound track atau musik latar video. Pastikan lagu atau musik tersebut bebas dipakai, dan tidak akan terkena tuntutan dari pihak lain. Anda dapat menggunakan musik karya orang lain dengan cara membeli lisensi, atau menggunakan musik royalty-free yang bisa digunakan secara gratis.

Perlu diingat, royalty-free belum tentu bisa digunakan secara bebas dan gratis. Pastikan terlebih dahulu persyaratan lisensi dan ketentuannya.

Platform-platform lain ada juga yang menyediakan musik royalty-free yang bebas digunakan baik untuk keperluan personal maupun komersial secara gratis ataupun dengan membayar biaya lisensi atau biaya langganan. Bila Anda belum terbiasa dengan urusan lisensi, ada baiknya manfaatkan yang tersedia gratis dan bebas digunakan. Patuhi syarat dan ketentuan penggunaannya.


ke Daftar Isi ↑

Kesalahan Pemula

Berikut ini beberapa kesalahan yang banyak dilakukan oleh pemula saat membuat video. Kesalahan-kesalahan seperti ini bukannya tidak boleh dilakukan, tetapi sebaiknya dihindari karena bisa membuat video terlihat tidak profesional.

Baca juga → Jangan Asal Jepret, Yuk Bikin Fotomu Bercerita!

Pesan Penutup

Menutup tutorial ini, saya ingin menyampaikan bahwa membuat video sekarang ini bisa dilakukan oleh siapa pun. Tidak seperti era beberapa dekade lalu, saat peralatan video tidak terjangkau kebanyakan orang karena serbamahal.

Sekarang ini video sudah menjadi “bahasa” sehari-hari. Manfaatkanlah video dan segala teknologi yang memudahkan proses pembuatan video ini dengan cara yang kreatif dan positif.

Saat ini batasannya bukan lagi teknologi dan peralatan, tapi kreativitas sang kreator. Sumber belajar pun tersedia sangat banyak dari berbagai sumber, baik formal maupun informal.

Filmmaking, videografi, atau sinematografi adalah topik yang sangat luas dan multiaspek. Temukan bagian mana saja yang ingin Anda dalami, lalu kembangkan skill secara bertahap. Dengan begitu, kemampuan Anda akan berkembang seiring pengalaman.


(Ditulis oleh Iwan Santosa)

ilustrasi foto atas: “Sanur Prayer” (Iwan Santosa, 2022)

CATATAN PENULIS:
Tulisan ini dibuat untuk tujuan edukasi. Anda diperkenankan membagikan dan mengutip sebagian isi artikel ini dengan menyertakan identitas penulis dan tautan sumber (contoh: Iwan Santosa, “Prinsip Dasar Kreasi Konten Video ala Produser Film”).

edukasi khusus
5 bintang | 26 pendukung