Semua orang tentu tahu bahwa keberadaan sungai sangatlah penting. Beberapa mungkin berpendapat, sungai adalah sumber kehidupan, mengalirkan air dari mata air yang jernih dan menghijaukan daerah di sepanjang alirannya.
Beberapa lagi mungkin menganggap sungai sangat penting untuk menghilangkan sampah dan kotoran. Segala sesuatu yang kotor, mulai dari sisa-sisa makanan, sampah kemasan, barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi, sampai limbah pabrik, dijejalkan dan akan ditelan oleh aliran sungai. Di titik lain, sungai dianggap sebagai biang kerok pembuat bencana banjir dan penyebar penyakit.
Mana yang lebih mudah, menjaga sungai atau mengotori sungai dan menjadikannya tempat sampah raksasa?
Jawabannya mudah ditebak. Menjaga sungai perlu upaya yang sangat besar dari banyak pihak. Program nasional Citarum Harum yang dicanangkan Presiden RI pada tahun 2018 menargetkan upaya pemulihan hingga tujuh tahun berikutnya. Pemulihan sungai memang merupakan upaya besar berjangka panjang dan berkesinambungan.
Citarum Harum mengajak semua unsur masyarakat untuk mengupayakan pemulihan Sungai Citarum yang sedang “sekarat”, menyandang gelar sungai terkotor sedunia. Semua yang terlibat disebut dengan istilah pentahelix, terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha atau swasta, dan media.
Baca juga → Dukung Citarum Harum, 21 Penulis Esai Terbitkan Buku
Keterlibatan Akademisi
Tidak main-main, Citarum Harum menerjunkan TNI untuk turun tangan ke lapangan membersihkan sungai, menanam pohon di lahan kritis, hingga menggiatkan edukasi kepada masyarakat khususnya di daerah bantaran Sungai Citarum dan anak-anak sungainya. Empat tahun program berjalan, Sungai Citarum kini berangsur membaik.
Salah satu unsur penting dalam pentahelix adalah unsur akademisi. Sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat akademis membaktikan ilmu pengetahuannya untuk pemulihan Citarum. Universitas Kristen Maranatha sebagai institusi perguruan tinggi yang berlokasi di Jawa Barat pun tak tinggal diam. Kepedulian terhadap kelestarian Sungai Citarum dan Sungai Cikapundung pun menjadi kepedulian para warga kampus, khususnya melalui kegiatan-kegiatan tridarma.
Perwujudan tridarma untuk mendukung Citarum Harum dilakukan melalui banyak cara. Misalnya dengan ikut terjun langsung ke lapangan memberikan edukasi dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar bantaran sungai. Dukungan untuk Citarum Harum juga diwujudkan dalam bentuk tulisan.
Buku Bercermin di Wajah Sungaiku: Kumpulan Esai tentang Citarum dan Sungai Kita adalah perwujudan kepedulian masyarakat akademis mencurahkan gagasan, pandangan, bahkan imajinasi mengenai sungai dan pelestariannya. Mereka menulis tentang sungai dari sudut pandang masing-masing.
Baca juga → Teras Cikapundung, Wajahmu Kini
Ada yang menggambarkan Sungai Cikapundung sebagai tempat bermain yang menyenangkan, mengingat masa kecilnya dulu. Ada yang membahas Sungai Citarum dari sisi kesehatan, karena penulisnya adalah seorang dokter. Ada juga penulis yang sehari-harinya berkutat dengan listrik dan komputer, jauh dari dunia air dan sungai.
Menarik untuk disimak, seperti apa sungai di mata 21 penulis dari beragam latar belakang. Tidak hanya karya esai tulisan saja, buku Bercermin di Wajah Sungaiku: Kumpulan Esai tentang Citarum dan Sungai Kita juga menampilkan 50 foto dan 3 karya lukis, semuanya tentang sungai, khususnya Cikapundung dan Citarum.
(@m.news)
artikel ini terbit di Majalah M! Vol. 5 No. 2
ilustrasi foto atas: Iwan Santosa
Salam Citarum Harum!
Kerennn Citarum Harum. Jangan lupa kunjungi https://unair.ac.id/