DRAWING AS ART THERAPY

Spiritualitas yang Membebaskan


Gai Suhardja


Pada tahun 1942 art therapy mulai digunakan oleh seniman Adrian Hill di Inggris. Saat itu ribuan orang menderita tuberkulosis. Dengan menggambar, mereka dapat menyalurkan kreativitas, memberi kebebasan yang tidak terkendala oleh keterbatasan mereka. Art therapy kemudian cepat berkembang sebagai kegiatan menggambar atau melukis bagi pasien sakit jiwa, menghubungkan antara ekspresi artistik dan melepas emosi, hingga berdiri asosiasi terapis seni pada 1964.

Sesudah tersebar ke Amerika Serikat, di sana Naumburg menemukan ekspresi ketidaksadaran seseorang, dan Kramer pada tahun 1969 mendirikan asosiasi dasar pendidikan terapi seni. Kini banyak organisasi profesional berdiri di negara-negara maju seperti Australia, Selandia Baru, dan Singapura sejak 1987. Kini psikoterapi bagi anak-anak telah menggunakan terapi seni, sebagai psikoterapi yang soliditasnya layak dan mulai masuk dalam pendidikan psikologi dan juga pendidikan seni.

Ilmu terapi seni sudah menjadi pembelajaran bermanfaat yang efektif menyembuhkan orang trauma, mengalami pelecehan, sedih, cemas, sulit makan pada anak maupun dewasa, dan mengurangi stres. Terapi seni dapat mengurangi rasa kesakitan, juga penderita mental, dan emosional. Demikian pula bertumbuhnya kepribadian seseorang melalui terapi seni, perhatian, dan menemukan diri pribadi kembali. Efektivitas yang berkembang pun mulai menjadi perhatian pada pendidikan terapi seni.

Pendidikan kreatif dan metode lain pada seni seperti terapi bermain dan latihan mindfulness dengan berbagai materi, membuat klien merasakan kebahagiaan serta pertumbuhan positif pribadi. Ilmu art therapy layak menjadi faktor penting pilihan belajar kaum muda masa datang sebagai profesi yang melayani banyak kalangan, tak hanya individual tetapi juga keluarga dengan berbagai masalah hubungan di antara mereka. Konflik maupun kekecewaan berelasi kiranya dapat terselesaikan dengan pendampingan terapi seni.


Drawing as Art Therapy adalah buku yang berisi pertanyaan dan jawaban mengenai seni sebagai terapi bagi manusia yang mengalami suka-duka kehidupan yang serba tak terduga, karena yang pasti dalam kehidupan setiap orang hanyalah kematian.

Perjalanan hidup setiap individu merupakan pengalaman pribadi seorang manusia dan mungkin dapat menjadi pembelajaran bermakna.


Kombinasi psikologi dengan terapi seni merupakan sarana penyembuhan yang dipercaya bagi orang yang mungkin sulit berkomunikasi verbal dengan kata-kata. Oleh karena itu, melalui gambar orang dapat berkomunikasi, menyampaikan pikiran dan rasa. Pendamping terapi seni yang memperoleh pendidikan formal akademik akan mampu membantu klien sembuh dari masalah.

Dokumen hasil penelitian Drawing as Art Therapy kini dapat diterbitkan sebagai buku untuk berbagi pengetahuan kepada pembaca yung berminat mengenal bagaimana ihwal dan manfaat terapi seni bagi masyarakat kita di Indonesia.

Irena Vanessa Gunawan, S.T., M.Comm.
Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain
Universitas Kristen Maranatha

Sebaris kata menurut penulis Tyas Effendi, ”Melukis adalah mengungkapkan sesuatu tanpa membutuhkan kata-kata.” Saya sangat setuju dengan pendapat tersebut. Dengan melukis saya merasa sedang menceritakan sesuatu, mengungkapkan segala hal dan apa pun, pikiran, perasaan, serta ide saya dengan bebas dan merdeka. Hal ini menumbuhkan perasaan rileks, tenang, dan puas dalam diri. Seni sebagai terapi memang saya rasakan. Bagi saya pribadi, seni dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesehatan mental.

Prof. Dr. dr. Meilinah Hidayat, M.Kes.
Guru Besar Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha

Karya tulis ini mencerahkan mereka yang mengalami kegelapan menapaki jalan hidup, bahwa keselamatan bukan hanya soal duniawi, tetapi juga soal rohani. Selanjutnya penelitian terhadap tema yang muncul merupakan gagasan tentang kasih, kepedulian, semangat kreatif imajinatif, boleh jadi sebagai kebutuhan dasar manusia yang telah ada sejak awal waktu.

Penggunaan perspektif neuroscience dan art therapy dapat melingkupi pentingnya menciptakan model terapi alternatif seni yang berfokus pada pendekatan holistik untuk kesehatan seumur hidup, yang menggunakan ekspresi kreatif sebagai sarana untuk memahami kehidupan, keterhubungan, dan menyembuhkan secara biologis serta psikologis sebagaimana menjadi peluang dan upaya seutuhnya.

dr. Chandra Mulyono, Sp.S.
Direktur Utama RS Santo Borromeus

Art therapy yang telah diterapkan dan ternyata bermanfaat pada orang-orang yang depresi, frustrasi, emosional, atau gangguan bicara, dan lain-lain, sudah dilakukan di negara lain, sedangkan di Indonesia belum begitu banyak dikenal di kalangan medis. Dengan terbitnya buku Drawing as Art Therapy, saya berharap para tenaga medis dan para guru gambar dapat mencoba menerapkan cara pengobatan ini. Apalagi pada masa wabah Covid-19 saat ini, ketika banyak orang mengalami depresi dan frustrasi karena kita dilarang tatap muka langsung, walaupun bisa berkomunikasi melalui Zoom.

dr. Beny Atmadja Wiryomartani, Sp.BS.
Dokter RS Santo Borromeus

Dalam Drawing as Art Therapy sekilas disimpulkan, seseorang yang dalam kondisi stres, konflik batin, ketidakstabilan emosi, depresi atau problem neurobiopsikologi dapat menjadi lebih sehat baik fisik maupun mental. “Kesembuhan total” bagi klien yang telah menjalankan terapi seni menggambar oleh penulis diuraikan sebagai suatu proses yang mengarah pada kemampuan spiritual individu. Dalam konteks psikoterapi dikenal dengan pendekatan kognitif.

Dr. Irene Tarakanita, M.Si., Psikolog
Dosen Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha (1981-2017)

Terapi seni dapat membawa seseorang pada suatu keadaan yang sesuai dengan apa yang kita inginkan. Namun, kita tidak akan pernah terlepas dari karya seni ”alam semesta” maupun ”manusia”. Karya Sang Pencipta, Dia adalah seniman agung bagi kita semua, karena sejak awal kita hadir sebagai bayi kecil yang suci di dunia, dan berhadapan dengan beragam perasaan. Suka dan tidak suka menjadi anggota keluarga dari bumi yang sangat indah ini. Kita harus menerima apa yang kita hadapi selama ”kontrak” perjalanan hidup bersama dengan banyak orang, budaya dan tradisi serta kepercayaan yang diyakini oleh masing-masing individu.

Max Boenardi
Kasubseksi Pendalaman Kitab Suci
Paroki St. Petrus Katedral, Bandung

Gratis gratiam parit, itulah guidance hati nurani dan pengetahuan beliau untuk kebaikan, yang terhimpun dalam kebaikan akan menjadi satu tujuan yang sangat berharga bagi yang lainnya, karena beliau a deo non fortuna, dan setiap appreciation-nya selalu mendekatkan diri dengan Tuhan bukan pada nasibnya. Kahatur ka pangersa Ki Dulur Kang Gai Suhardja mugia katampi kuwening galih, hapunten anu kasuhun dina sagala rupi kakiranganna khususna nempatkeun kecap-kecap anu kirang payus dina tempatna hatur rebu nuhun, ti Ki Dulur.

Aditya Alamsyah (Abah Alam)
Ketua Kawargian Abah Alam

Drawing as Art Therapy Book Cover
ISBN 978-979-21-7446-5
Penerbit PT Kanisius
Tersedia di Kanisius Shop & Gramedia Digital

Lihat buku ini di Google Books

. . .

Apa pendapat Anda mengenai buku ini?

Berikan ulasan atau komentar Anda di sini

. . .


Lihat juga buku ini → The Future of Ideas