Citarum sebagai Wadah Kehidupan

Ketika mendengar kata Citarum, apa yang terbayang dalam benak kita? Kotor, banyak sampah bertebaran di sekitar aliran sungai. Air yang dulunya jernih, sekarang berwarna coklat, belum lagi sungai yang dulu airnya tidak memiliki bau, kini memiliki bau yang menusuk hidung. Bahkan dunia internasional mencatat Sungai Citarum masuk dalam sepuluh sungai terkotor di dunia. Untuk mengembalikan Citarum ke fungsinya semula, pemerintah dengan segala lapisan masyarakat bersatu padu melakukan program Citarum Harum. Dana yang digelontorkan untuk membuat sungai Citarum menjadi harum pun tidak sedikit.

Lalu seberapa pentingkah sebenarnya Sungai Citarum bagi kita?

Sungai Citarum dalam sejarahnya merupakan batas wilayah antara dua kerajaan yaitu Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda (pergantian nama dari Kerajaan Tarumanegara pada tahun 670 Masehi).  Daerah sebelah barat Citarum tetap menjadi wilayah Kerajaan Sunda, sedangkan daerah sebelah timur sungai menjadi wilayah Kerajaan Galuh.

Fungsi Citarum sebagai batas administrasi terulang lagi pada sekitar abad ke-15, yaitu sebagai batas antara Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten. Sungai Citarum dalam perjalanan sejarah Sunda juga erat kaitannya dengan Kerajaan Taruma. Kerajaan Taruma telah dikenal dalam catatan-catatan Tionghoa dan sejumlah prasasti yang pernah ada pada abad ke-4 sampai abad ke-7.


Saat ini Sungai Citarum masuk ke dalam salah satu sungai terbesar yang ada di Indonesia dan memegang peranan cukup penting dalam hubungannya dengan pembangkit listrik. Tiga waduk PLTA telah dibangun di aliran Sungai Citarum, yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur. Waduk-waduk ini menghasilkan 1.858 MW listrik. Waduk Saguling adalah waduk dengan posisi teratas. Dua waduk lainnya yaitu Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur.

Waduk Saguling adalah waduk buatan yang terletak di Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut. Lokasinya kurang lebih 1,5 jam dari exit tol Padalarang. Sistem Sungai Citarum juga memasok 80% dari air bersih untuk wilayah Jakarta.

Sungai Citarum menjadi sangat penting untuk perkotaan dan pembangunan industri (khususnya di wilayah Jakarta dan Bandung), termasuk industri ekspor, produksi pertanian melalui sistem irigasi utama, pasokan air pedesaan, listrik melalui tenaga air, dan perikanan. Badan air tawar masif ini selalu menjadi sumber air dan makanan yang sangat baik. Inilah tepatnya alasan mengapa sungai disebut “sumber kehidupan”. Bahkan beberapa peradaban paling maju di dunia berasal dari perkembangan di tepi-tepi sungai besar.

Sungai Citarum di Desa Cangkuang (© Iwan Santosa)
Pemandangan ke arah hilir Sungai Citarum di Desa Cangkuang Wetan, Dayeuhkolot, saat musim kemarau. (foto: Iwan Santosa, 2020)

Ekosistem Sungai Citarum

Selain semua hal yang berhubungan dengan kepentingan kita sebagai manusia, pernahkah kita memikirkan kehidupan lain yang ada di Sungai Citarum? Kehidupan yang ada di Sungai Citarum tidak hanya terdiri dari manusia, tetapi banyak komponen-komponen lain yang mendukung terciptanya ekosistem Sungai Citarum, seperti fauna dan flora. Dalam dunia ekologi, ekosistem dikenal sebagai hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Dalam ekosistem, organisme di komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem.

Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Terdapat saling ketergantungan antara lingkungan dan organisme. Munculnya pengertian ini berdasarkan pada hipotesis Gaia atau teori Gaia yang menyatakan komponen-komponen fisik bumi saling menyatu untuk membentuk sistem interaksi yang menjaga keadaan iklim dan biogeokimia bumi dalam keseimbangan.

Pada setiap daerah, setiap ekosistem tentu saja memiliki kekhasan masing-masing. Kekhasan itulah yang menyebabkan Indonesia dinobatkan sebagai negara megabiodiversity. Sungai Citarum memegang salah satu peranan penting dari keanekaragaman hayati Indonesia. Sungai Citarum merupakan rumah bagi flora dan fauna endemik yang hanya ditemukan di Jawa Barat. Kekhasan inilah yang merupakan kekayaan Sungai Citarum.


Menghilangnya Ikan Citarum

Dilihat dari namanya, kita mungkin pernah bertanya apa arti nama Citarum? Ternyata nama Citarum berasal dari tumbuhan tarum (Indigofera tinctoria) penghasil warna nila atau warna biru yang dulu banyak terdapat di sekitar sungai. Namun saat ini, apabila kita mencoba mencari tanaman ini, atau menanyakannya pada penduduk setempat, mereka tidak bisa menunjukkan secara pasti di mana tanaman ini dapat ditemukan di sekitaran sungai Citarum.

Mungkin mereka hanya bisa menjawab, “Dulu pernah ada”. Tanaman ini seakan hilang, dan menjadi sejarah saja.

Puluhan jenis ikan hidup di Sungai Citarum. Tercatat pada tahun 2007, 34 spesies ikan ditemukan di lingkungan Waduk Jatiluhur, dengan komposisi 23 spesies asli dan 11 spesies pendatang. Itu baru di satu waduk, bisa kita bayangkan mungkin ada lebih banyak lagi spesies ikan di Sungai Citarum yang belum dicatat. Terjadi penurunan drastis pada tahun 2007 yaitu menjadi 20 spesies.

Perubahan ekosistem, dari aliran sungai yang relatif dangkal dan deras menjadi lingkungan waduk yang dalam dan tenang, jelas memengaruhi keberadaan jenis-jenis ikan. Akan tetapi jenis-jenis yang menghilang dari waduk masih mempunyai kemungkinan bertahan di bagian lain Citarum.

Mural Ikan (Belinda Sukapura Dewi)
Rupa beberapa jenis ikan khas Sungai Cikapundung, anak Sungai Citarum, ditampilkan sebagai ikon mural di Teras Cikapundung. (foto: Belinda Sukapura Dewi, 2019)

Catatan ringkas yang diperoleh sebuah LSM pemerhati Citarum, masih terdapat puluhan jenis ikan dari berbagai lokasi di sungai ini. Meskipun demikian, hingga saat ini memang belum tersedia data yang memadai menyangkut keanekaragaman, penyebaran, dan populasi ikan-ikan di Citarum ini.

Melihat kenyataan bahwa jenis-jenis ikan semakin menyusut akibat kotornya sungai, apakah hati kita tidak tergerak?

Kehidupan tidak sekadar hanya manusia, tetapi dibangun karena adanya keseimbangan dan saling membutuhkan antara organisme yang satu dan yang lainnya. Kita pun membutuhkan sungai yang bersih, flora dan fauna yang ada, agar anak cucu kita dapat mewarisi sungai-sungai yang bersih, yang kaya akan berbagai jenis ikan.

Mari kita jaga dan lestarikan jenis-jenis ikan yang telah mulai langka, dan ikan-ikan yang belum punah. Kita bisa mulai dari hal sederhana yaitu tidak membuang sampah di sungai, dan selanjutnya mulai dengan membersihkan sungai, dan membuatnya layak untuk kehidupan mereka.


Ditulis oleh Demes Chornelia dalam buku Bercermin di Wajah Sungaiku

5 bintang | 3 pendukung

Halaman ini adalah bagian dari kumpulan esai “Bercermin di Wajah Sungaiku”


Jelajahi artikel inspiratif lainnya »