Multidimensional
Gai Suhardja
Mengamati kehidupan manusia saat ini, kita menjadi semakin penasaran ketika era digital membuat percepatan informasi dan komunikasi. Rupanya segala hal dituntut untuk juga berproses ke arah percepatan keberlanjutan. Tubuh manusia dengan keterbatasan tak sanggup mengalahkan teknologi percepatan yang dilakukan oleh mesin robot yang menggantikan manusia pada berbagai bidang. Bahkan, membuat kekhawatiran masa depan bagi umat manusia, bahwa robot dengan artificial intelligence (AI) akan sungguh merebut hampir semua bidang yang mampu digantikan oleh robot-robot AI tersebut.
Buku ini membahas mengenai misteri kehidupan umat manusia yang selama ini hidup di dunia dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin membantu manusia untuk meningkatkan kenyamanan kehidupan umat manusia. Namun, sains dan teknologi yang semula dianggap akan mampu memberi kemaslahatan bagi seluruh umat manusia di bumi ini justru mengancam manusia, tergeser dari memperoleh pendapatan dari hasil upah kerja mereka dalam berbagai bidang.
Begitu pula dengan lingkungan alam yang rusak dikarenakan kepentingan ekonomi. Manusia lupa akan ekologi, yang berakibat alam tak lagi nyaman karena polusi, emisi, limbah pada sungai, dan perambahan hutan. Akibatnya berdampak pada kemiskinan bagi mereka yang lemah dan tak berdaya.
Demikian juga para manusia dengan usia lanjut yang kondisi fisiknya menurun, pensiun dari pekerjaan mereka, lalu para sepuh itu meninggal dunia ini menemui ajalnya, berpulang ke rahmatullah. Jasad mereka dimakamkan di pekuburan, dikenang sebagai para pendahulu, sebagai pahlawan bangsa, sebagai orang tua teladan, ataupun sebagai para nenek-kakek moyang yang melegenda, atau juga yang terlupakan oleh waktu yang senantiasa berlalu dengan cepat.
Nama baik itu sebentar lenyap ditelan waktu.
Akan tetapi, karena hadirnya era digital, data diri orang-orang yang pernah berjasa bagi kehidupan tetap terbaca oleh generasi-generasi berikutnya — suatu perpustakaan digital yang berada dalam apa yang disebut big data. Inilah capaian umat manusia yang hidup saat sekarang ini, yang berada dalam perspektif tiga dimensi.
Mereka dapat menemukan bukti nyata mengenai apa yang pernah terjadi pada masa lampau, dengan membuka catatan dan dokumentasi yang tersimpan dalam arsip digital. Tentu saja masa lampau yang sudah beribu tahun bahkan berjuta tahun hanya dapat samar-samar diperoleh buktinya. Misalnya melalui peralatan ilmu pengetahuan atau menggunakan carbon dating untuk mengukur waktu kapan suatu artefak ataupun fosil kiranya pernah ada dalam perspektif ruang dan waktu lampau.
Proses evolusi berjuta tahun sebagai teori yang ditelusuri oleh para ahli seperti Darwin telah sangat memengaruhi pemikiran dan kehidupan manusia modern. Mereka melanjutkan pengetahuan tersebut untuk melangkah lebih maju ke depan untuk menghadapi pertumbuhan dan evolusi yang dikatakan masih berlanjut, alias belum terhenti.
Ketika agamawan meyakini bahwa manusia pertama diciptakan oleh Yang Mahakuasa, teori Darwin malah menyebutkan bahwa manusia terbentuk dalam evolusi waktu ketika primata yang dahulu berjalan dengan empat kaki berkembang secara bertahap. Mereka berkembang semakin tegak dan akhirnya berjalan dengan dua kaki, sehingga kedua tangan berfungsi lain. Inilah spesies manusia, yang kemudian berkembang pesat dalam kecerdasan, memulai kehidupan berbudaya, dan seterusnya.
Teilhard de Chardin, SJ, seorang pastor Katolik yang ahli paleontologi justru mengatakan bahwa proses evolusi adalah sebagaimana Tuhan menciptakan alam semesta. Oleh karena itu, pemikiran ini menjadi sebuah proses pemahaman dari kedua pihak, antara sains dan agama. Kini saatnya orang berpikir dengan menyertakan spiritualisme. Ilmu fisika dan paranormal menjadi pembelajaran kehidupan untuk dijalani oleh manusia di masa depan.
Mereka hidup dalam pengaruh artificial intelligence, kemajuan ilmu pengetahuan, juga menjalani kehidupan spiritual untuk mengalami dimensi lain dalam langkah dan napas hidup di bumi ini. Kecenderungan orang di masa depan menjadi open-minded, karena fisika yang dijadikan tolok ukur rupanya akan dibarui dengan hal-hal spiritual.
Multidimensional sebagai kata sudah mengandung arti kompleksitas yang tidak sederhana. Oleh karena itu, sebutan dimensi ke-12 tentu tak mudah diterima karena sama sekali tidak sederhana.
Buku ini ingin menyampaikan bahwa rahasia kehidupan manusia belum juga terungkap seluruhnya, terlebih kematian manusia.
— Gai Suhardja
Kata Pengantar
Prof. Dr. F.X. Mudji Sutrisno, SJ
Kesadaranlah yang bisa “membaca” hidup dalam arti memberi arti atau makna pada yang Anda baca menurut makna yang Anda percayai. Maka benarlah bila misalnya pendidik Brazilia yaitu Paulo Freire menjelaskan ada kesadaran yang tidur atau “bisu” atau belum bangun.
Ada kesadaran intransitif (seperti kalimat) yang tidak berobjek. Ada kesadaran transitif berobjek sampai ke tingkat kesadaran kritis, tak hanya transitif aktif, tetapi menggugatnya secara kritis. Melalui kesadaranlah kita mengenal titik, lalu titik-titik yang ditarik menjadi garis.
Dalam buku ini, kesadaran mengenai “titik” disebut dimensi pertama atau dimensi satu. Sedangkan kesadaran akan titik-titik yang dihubungkan menjadi “garis” merupakan dimensi-dimensi dua. Bila kesadaran Anda menaruhnya dalam ruang dan waktu, itulah dimensi tiga.
Lalu dimensi empat dan lima, manakah itu?
Daftar Isi
- Pendahuluan
- Alam Semesta Baca
- Cakrawala
- Umat Manusia Baca
- Ilmu Pengetahuan
- Anatomi Tubuh Manusia
- Tubuh, Jiwa, dan Roh
- Estetika Kesadaran
- Ruang dan Waktu
- Perspektif Multidimensi
- Cahaya Cinta Kasih
- Spiritualitas dan Spiritualisme Baca
- Mistik
- Penutup
. . .
Terbit 27 September 2024
Anda berminat mendapatkan buku ini? → ikuti polling
. . .
Buku lainnya oleh Gai Suhardja