Bertambah lagi korban kecelakaan jalan raya Indonesia. Kali ini jalan tol menelan korban beberapa akademisi dan keluarga selebritis, dalam dua kejadian yang berselang tidak terlalu lama. Beritanya masih hangat diperbincangkan masyarakat. Bukan hanya sosok selebritisnya saja yang menjadi perhatian, tetapi perihal jalan tolnya sendiri ikut menjadi pembicaraan.
Menambah ramai pembicaraan itu adalah pesan berantai yang beredar di grup-grup medsos. Pesannya kurang lebih demikian: “Vanessa Angel tewas kecelakaan di jalan tol, tetapi yang akan saya sampaikan berikut bukan kecelakaan VA, yang akan saya sampaikan bahwa jalan tol Indonesia tidak aman.”
Sebagai pengguna setia jalan tol, saya pun ikut merasa seram. Mengutip data dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), sepanjang tahun 2020 terjadi 36 kecelakaan setiap bulan. Berarti kalau dipukul rata, ada lebih dari satu kecelakaan setiap harinya sepanjang tahun!
Bila memang tidak aman, berarti selama ini saya setiap hari telah berhadapan dengan maut. Sedemikiankah saya telah merisikokan diri setiap kali masuk jalan tol?
Mobil vs Beton Pembatas
Prihatin dengan terjadinya kecelakaan-kecelakaan itu, sekaligus juga terusik dengan pesan berantai mengenai betapa seramnya jalan tol Indonesia, saya pun mencoba mencari beberapa informasi pencerahan. Topik itu pun saya perbincangkan dalam obrolan dengan seorang rekan, pakar teknik sipil di salah satu universitas ternama Bandung. Pas banget, ngobrol tentang konstruksi jalan dengan orang yang memang sehari-hari mempelajari dan meneliti perteknikan sipil.
Begini kira-kira pertanyaan yang saya tanyakan, “Bung, kenapa di tengah-tengah jalan tol ada dinding pembatas beton, yang pastinya keras. Bukankah bahaya kalau tertabrak, mobil bakal penyok dan ringsek?” Tentu saya menanyakannya dengan nada santai, ngga ngegas, dan pastinya tidak seperti dosen yang sedang menguji mahasiswa sidang.
Dinding di tengah-tengah jalan tol itu disebut median pembatas. Itu bukan dinding sembarangan. Median pembatas dipasang di jalan tol mengikuti peraturan dan ketentuan. Demikian jawaban santai dari Dr. Yosafat Aji Pranata, dosen teknik sipil tersebut. Kemudian ia menunjukkan gambar konstruksi penampang melintang dari benda yang disebut median itu. Bentuknya seperti huruf Y terbalik, dan lengkap dengan deskripsi ukuran masing-masing sisi dan potongannya.
Saya pikir, bentuk mirip Y terbalik dengan tapak lebar di bagian bawah yang menipis ke atas seperti menara, adalah untuk kepraktisan semata, agar stabil dan kukuh. Ternyata bagian landai di bawah yang melebar itu berfungsi mengembalikan kendaraan kembali ke jalurnya.

Kemudian, saya pun mencoba membayangkan. Seandainya ada mobil yang tergelincir dan hilang kendali lalu “melintir” ke kanan, maka median pembatas itulah yang akan mengembalikannya ke lajur kiri dan menahannya agar tidak nyelonong ke lajur kanan, yang akan sangat fatal akibatnya. Berarti median pembatas tersebut telah menjadi penyelamat si mobil kurang beruntung itu.
Lalu, apakah mobil naas itu akan penyok? Tidak perlu pakai pemikiran tingkat tinggi untuk menjawabnya. Pelat tipis bodi mobil versus beton, hampir pasti menang betonnya, apalagi kalau kecepatan mobilnya tinggi.
Ternyata pikiran saya sebelumnya terlalu sederhana. Jangan-jangan semua hal yang dipasang di jalan tol, ada fungsinya masing-masing dan tidak sesederhana penampilannya? Coba perhatikan juga pagar pengaman di sisi jalan tol. Ujungnya dibuat tumpul agar bila ada kendaraan yang menabraknya, benturan dapat teredam dan mengurangi keparahan dampaknya.
Baca juga → Miliaran Rupiah Hibah Kompetisi Kampus Merdeka, Buat Apa?
Penentu Keselamatan Jalan Tol
Menyelisik lebih lanjut, Prof. Budi Hartanto Susilo, Guru Besar Program Sarjana Teknik Sipil Universitas Kristen Maranatha dalam tulisannya menyebutkan bahwa seharusnya jalan tol itu aman dan selamat karena telah lulus uji laik fungsi jalan. Sebelum dibuka untuk umum, jalan tol telah diuji sesuai persyaratan desain geometri, desain perkerasan jalan, dan persyaratan operasi lalu lintas. Persyaratan-persyaratan tersebut dibuat dengan asumsi jalan tol digunakan secara wajar.
Pakar transport safety, highway engineering, dan traffic engineering itu mencontohkan, misalnya jalan tol direncanakan beroperasi dengan kecepatan kendaraan maksimum 100 km/jam, maka ukuran lebar jalan, ketajaman tikungan, dan seluruh pengaman jalan dihitung berdasarkan kecepatan tersebut. Bagaimana bila ada kendaraan yang kecepatannya melebihi kecepatan maksimum yang diperbolehkan? Sudah pasti risiko kecelakaan menjadi sangat besar, karena tidak sesuai peruntukan yang telah dirancang dan diuji sebelumnya.
Faktor berikutnya adalah pemeliharaan kondisi jalan tol. Sangat disayangkan, terdapat catatan bahwa ada lebih dari 20 persen ruas jalan tol di Indonesia belum memenuhi standar pelayanan minimum (data semester pertama 2021). Namun demikian, tahun ini Kementerian PUPR telah menerbitkan pedoman teknis baru terkait desain geometrik jalan, dan Kementerian Perhubungan juga telah memperbarui peraturan tentang alat pengendali dan pengaman pengguna jalan. Pembaharuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan keselamatan di jalan, atau setidaknya membuat jalan lebih forgiving saat terjadi kecelakaan.
Pentingnya Faktor Pengemudi
Prof. Budi mengingatkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar kita dapat berkendara di jalan tol dengan aman dan selamat. Jalan tol aman, sepanjang para pengguna jalan mengikuti rambu, marka, dan peraturan lalu lintas. Jalan menjadi tidak aman bila pengemudi melanggar peraturan berkendara karena berbagai alasan, misalnya mengantuk, kelelahan, tidak fokus, mengoperasikan ponsel saat mengemudi, tidak menjaga jarak, tidak menggunakan sabuk pengaman.
Ketaatan terhadap rambu, marka, dan peraturan ini termasuk bagian dari faktor keselamatan berkendara dari sisi pengemudi. Pengemudi yang aman adalah pengemudi yang berkendara dengan penuh kesadaran, kedewasaan, dan kedisiplinan.

Baca juga → Dari Jogja ke Magelang, Demi Borobudur yang Tak Terlupakan
Kendaraan Laik Jalan
Kecelakaan juga sering disebabkan karena kendaraan yang tidak laik jalan. Misalnya saja ban gundul yang masih terus dipakai, kondisi rem kurang vakum, mobil tidak dilengkapi safety belt atau air bag, juga kurang atau tidak berfungsinya sistem kemudi dan lampu. Jangan sepelekan juga tekanan angin ban. KNKT menyebutkan bahwa salah satu faktor utama penyebab kecelakaan adalah tekanan angin ban yang kurang.
Pengemudi wajib melakukan pemeriksaan kondisi kendaraan sebelum melakukan perjalanan, untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan karena kendaraan yang tidak laik jalan. Perawatan yang teratur penting dilakukan agar kendaraan selalu berada dalam kondisi yang baik dan laik jalan.
Apanya yang Tidak Aman?
Cukup puas saya mendapatkan pencerahan dari dua pakar teknik sipil tersebut. Jadi, apakah betul jalan tol Indonesia adalah tempat yang menyeramkan dan tidak aman? Bila melihat data statistik kecelakaan yang terjadi, jawaban saya adalah: “Ya, itu buktinya.” Namun bila kemudian saya ditanya apakah saya tidak lagi akan menggunakan jalan tol karena tidak aman, jawaban saya adalah: “Tidak.”
Loh, kalau sudah tau tidak aman, kok masih mau?
Nah, saya menjawab demikian dengan pencerahan yang baru saja saya dapatkan itu. Jalan tol memang bukan tempat main-main, bukan tempat orang-orang yang tidak taat aturan. Aturan itu dibuat tidak untuk dilanggar, tetapi untuk menjunjung keselamatan. Bukan keselamatan diri kita sendiri saja, tetapi juga keselamatan orang-orang lain sesama pengguna jalan.
Lagipula, coba pikirkan pakai logika sederhana. Jalan tol adalah jalan tol, yang sebetulnya tidak bisa mencelakai siapa-siapa dengan sendirinya. Lalu siapa yang paling bertanggung jawab menjaga keselamatan dan keamanan saat berkendara melintasinya? Ya sudah jelas, pengemudi menjadi sosok utamanya.
Peraturan, marka, dan rambu adalah panduannya. Median beton dan pagar pembatas adalah safety net bila terjadi kecelakaan. Jalan tol seaman apa pun tidak akan bisa menjamin keselamatan pengemudi yang tidak peduli dengan keselamatan. Camkan!
(@iwan.s)
ilustrasi atas: kolase berita dari media-media online
tetap harus berhati-hati.
https://unair.ac.id/