Beberapa minggu terakhir ini banyak orang menjadi rajin minum vitamin. Bagi yang sebelumnya telah akrab dengan suplemen kesehatan itu, pasti terkaget-kaget melihat harganya saat ini. Tablet vitamin C botol kecil yang biasanya seharga nasi warteg, akhir-akhir ini juga sulit ditemui di pasaran. Padahal, biasanya vitamin kelas rakyat itu kurang diminati, kalah pamor dengan vitamin C yang sering diiklankan di TV.
Barang lain yang juga bikin geleng-geleng kepala adalah masker, dan hand sanitizer. Rasanya selama ini belum pernah terjadi masker langka di pasaran. Masyarakat membelinya layaknya sembako. Harganya? Jangan ditanya lagi, nasibnya tak jauh beda dengan vitamin C, melambung tinggi.
Untunglah WHO menyatakan bahwa masker kain juga dapat digunakan sebagai sarana pencegahan penularan virus Corona, dan dianjurkan untuk dipakai oleh masyarakat umum. Kini masker kain cukup mudah ditemukan, karena banyak orang yang mulai memproduksi dan menjualnya. Mulai dari pabrik-pabrik besar, industri rumahan hingga perorangan, mengalihkan produksi dan memulai membuat masker. Di Italia, pabrik supercar legendaris, Lamborghini, bahkan juga memproduksi masker, sebagai upaya perlawanan terhadap Corona.
Bagaimana dengan dunia pendidikan?
Jelas berubah total. Saat ini semua sekolah dan gedung kampus mendadak kosong. Tidak ada murid, tidak ada mahasiswa. Semuanya termasuk guru dan dosen, belajar dan mengajar dari rumah. Bayangkan syok yang terjadi! Online learning yang disebut-sebut sebagai moda pembelajaran masa depan, mendadak harus diterapkan sekarang juga.
Kegagapan pun terjadi, karena memang faktanya, kondisi kesiapan Indonesia dalam implementasi online learning secara umum masih tergolong rendah. Alhasil, banyak mahasiswa dan dosen yang mengalami kesulitan dalam menyelenggarakan proses belajar-mengajar. Terlebih lagi, bagi para dosen konvensional yang kurang melek digital, dunia mereka seakan berputar jauh lebih cepat, atau mungkin berhenti dan bahkan terputar balik.
Makhluk Tak Berotak vs Manusia Bebal
Saat ini hampir semua aspek kehidupan terputarbalikkan. Dunia medis, sudah jelas sekali “meledak”. Belum lagi aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, teknologi, hingga hankam, bahkan, manusianya sendiri pun terputarbalikkan. Lihat kota metropolitan Jakarta, yang selama berpuluh tahun didera kemacetan yang tak terpecahkan, beberapa minggu terakhir ini berangsur lengang.
Lihat berapa banyak orang yang menjadi rajin mencuci tangan, dan makan makanan bergizi. Lihat orang-orang yang menjadi kreatif menciptakan inisiatif-inisiatif baru. Lihat pahlawan-pahlawan sosial yang bermunculan untuk membantu sesama manusia yang berkesulitan di tengah kondisi pandemi ini.
Namun demikian, ada juga manusia yang teputarbalikkan menjadi egois, bebal, dan bahkan jahat.
Makhluk tak berotak itu berhasil mengubah manusia, sang cerdas
Siapa sih, sang pemutar-balik itu? Manusia, makhluk yang konon paling sempurna di dunia ini, nyaris tak berdaya dibuatnya. Makhluk tak berotak yang dinamai virus Corona itu nyatanya berhasil mengubah manusia.
Selama ini, yang namanya manusia mengubah manusia lainnya, terkadang bukan persoalan yang mudah. Sebagai contoh hangat, pemerintah dengan segala upaya mengimbau agar masyarakat tidak mudik, tidak bepergian. Kenyataannya, berapa banyak orang yang gagal mengikutinya? Contoh lain, adanya manusia yang―entah karena terlalu fanatik, ataukah bebal―mengatasnamakan keimanannya untuk menantang maut, menjadi arogan, dan akhirnya mengorbankan manusia lainnya.
Segala macam potensi manusia, baik yang positif maupun negatif, berhasil dimunculkan oleh virus ini, bahkan dengan skala dunia. Virus yang jauh dari sempurna, keberadaannya terdapat di perbatasan antara mahkluk hidup dan benda mati ini, telah berhasil mentransformasi manusia, makhluk Tuhan yang paling sempurna. Kurang luar biasa apa?
Musuh Besar Pemusnah Manusia
Pandemi, epidemi, wabah atau pagebluk, seperti disebutkan oleh Yuval Noah Harari dalam bukunya Homo Deus, adalah salah satu musuh terbesar kemanusiaan, yang membawa manusia terjun ke bawah garis kemelaratan biologis. Harari mencatat beberapa wabah yang menghapus populasi manusia secara masif sepanjang sejarah, sebelum abad ke-20.
Pada dekade 1330, wabah Maut Hitam menyusutkan lebih dari seperempat populasi Eurasia. Di Meksiko, wabah cacar (smallpox) masuk pada 1520, dan dalam kurun waktu dua bulan, sepertiga penduduknya musnah. Dalam periode 60 tahun kemudian, terjadi gelombang wabah lainnya yang silih berganti mengakibatkan berkurangnya populasi Meksiko, dari yang sebelumnya 22 juta penduduk pada 1520, hanya tersisa kurang dari satu juta pada 1580.
Pada kurun waktu 1778 hingga 1853, Hawaii terpapar wabah dari Eropa, mengurangi populasi yang sebelumnya setengah juta, hanya tersisa 70.000 jiwa. Kemudian pada tahun 1918, terjadi wabah berskala besar, yaitu “Flu Spanyol” yang mematikan sekitar setengah miliar orang―sepertiga populasi global―hanya dalam beberapa bulan saja.
Pandemi Covid-19 yang dimulai pada tahun 2019, hanya membutuhkan waktu beberapa bulan saja untuk mencapai skala global. Hingga akhir April 2020, wabah ini telah menjangkiti lebih dari tiga juta jiwa, dan menewaskan lebih dari 200 ribu jiwa di berbagai penjuru dunia. Hal ini membuktikan betapa rapuhnya manusia, bahkan manusia abad ke-21 yang saat ini hidup di era modern “4.0”.
Untungnya, manusia modern saat ini juga telah memiliki cara-cara yang jauh lebih hebat dalam penanganan situasi pandemi. Apabila masyarakat berdisiplin mengikuti semua protokol kesehatan, dan melakukan semua cara pencegahan, para pakar memperkirakan bahwa pandemi ini akan mereda dalam beberapa bulan hingga akhir tahun ini.
Satu hal yang pasti, virus Corona telah berhasil mengubah peradaban manusia.
Kehidupan dan cara berpikir manusia tidak akan lagi sama seperti sebelumnya, bahkan ketika nanti akhirnya wabah ini dinyatakan selesai. Kemenangan bagi manusia, dan ironisnya, kemenangan bagi sang virus yang berhasil menyempurnakan manusia. Luar biasa, bukan?
(is)
Artikel ini dimuat di majalah M! Edisi 11 (April 2020)
ilustrasi oleh Bill Cedrik pada majalah M! Edisi 11
Corona seolah-olah sekat kehidupan dahulu dan sekarang ya:(
https://unair.ac.id/